REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Nabi Muhammad saat masih kecil tinggal dengan keluarga Sa’d sampai mencapai usia lima tahun. Dalam kehidupan ini ia menghirup jiwa kebebasan dan kemerdekaan dalam udara gurun yang lepas itu.
Husen Heikal mengatakan, di kabilah ini Muhammad belajar mempergunakan bahasa Arab murni, sehingga pernah ia mengatakan kepada teman-temannya kemudian:
"Aku yang paling fasih di antara kamu sekalian. Aku dari Quraisy tapi diasuh di tengah‐tengah keluarga Sa’d bin Bakr."
Lima tahun masa yang ditempuhnya itu telah memberikan kenangan yang indah sekali dan kekal dalam jiwanya. Demikian juga Ibu Halimah dan keluarganya tempat dia menumpahkan rasa kasih sayang dan hormat selama hidupnya itu.
Penduduk daerah itu pernah mengalami suatu masa paceklik sesudah perkawinan Muhammad dengan Khadijah. Bilamana Halimah kemudian mengunjunginya, sepulangnya ia dibekali dengan harta Khadijah berupa unta yang dimuati air dan empat puluh ekor kambing.
Dan setiap dia datang dibentangkannya pakaiannya yang paling berharga untuk tempat duduk Ibu Halimah sebagai tanda penghormatan. Ketika Syaima, puterinya berada di bawah tawanan bersama-sama pihak Hawazin setelah Ta’if dikepung, kemudian
dibawa kepada Muhammad, ia segera mengenalnya.
"Ia dihormati dan dikembalikan kepada keluarganya sesuai dengan keinginan wanita itu," katanya.
Sesudah lima tahun, kemudian Nabi Muhammad kecil kembali kepada ibunya. Dikatakan juga, bahwa Halimah pernah mencari tatkala ia sedang membawanya pulang ke tempat keluarganya tapi tidak menjumpainya.
Ia mendatangi Abdul Muthalib dan memberitahukan bahwa Muhammad telah tersesat jalan ketika berada di hulu kota Mekah. Lalu sang kakek pun menyuruh orang mencarinya, yang akhirnya dikembalikan oleh Waraqa bin Naufal, demikian setengah orang berkata.
Kemudian Abdul Muthalib yang bertindak mengasuh cucunya itu. Ia memeliharanya sungguh-sungguh dan mencurahkan segala kasih-sayangnya kepada cucu ini. Biasanya buat orang tua itu pemimpin seluruh Quraisy dan pemimpin Makkah - diletakkannya hamparan tempat dia duduk di bawah naungan Ka’bah, dan anak-anaknya lalu duduk pula sekeliling hamparan itu sebagai penghormatan kepada orang tua.
Tetapi apabila Muhammad yang datang maka didudukkannya ia di sampingnya di atas hamparan itu sambil ia mengelus-ngelus
punggungnya. Melihat betapa besarnya rasa cintanya itu paman-paman Muhammad tidak mau membiarkannya di belakang dari tempat mereka duduk itu.
Lebih-lebih lagi kecintaan kakek itu kepada cucunya ketika Aminah kemudian membawa anaknya itu ke Medinah untuk diperkenalkan kepada saudarasaudara kakeknya dari pihak Keluarga Najjar. Dalam perjalanan itu dibawanya juga Umm Aiman, budak perempuan yang ditinggalkan ayahnya dulu.