Sabtu 16 Oct 2021 05:24 WIB

Maulid Nabi: Kisah Nabi Muhammad Kecil Dibelah Dadanya

Ada riwayat yang menyebut Nabi Muhammad saat kecil dibelah dadanya.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Muhammad Hafil
Maulid Nabi: Dua Versi Kisah Nabi Muhammad Kecil Dibelah Dadanya. Foto: Ilustrasi Rasulullah
Foto: Republika/Mardiah
Maulid Nabi: Dua Versi Kisah Nabi Muhammad Kecil Dibelah Dadanya. Foto: Ilustrasi Rasulullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Tak terasa bayi Muhammad sudah menginjak tiga tahun dalam pengasuhan Halimah binti Abi-Dhua'ib dari Bani Sa'ad. Muhammad yang belum menjadi Nabi itu punya waktu untuk tahun lagi untuk tinggal di sahara, menikmati udara pedalaman yang jernih dan bebas, tidak terikat oleh sesuatu ikatan jiwa, juga tidak oleh ikatan materi.

"Pada masa itu, sebelum usianya mencapai tiga tahun, ketika itulah terjadi cerita yang banyak dikisahkan orang," tulis Husen Heikal dalam bukunya Sejarah Hidup Muhammad.

Baca Juga

Ceritanya ketika itu, Muhammad dengan saudaranya yang sebaya sesama anak-anak itu sedang berada di belakang rumah di luar pengawasan keluarganya. Tiba-tiba anak yang dari Keluarga Sa’d itu kembali pulang sambil berlari, dan berkata kepada ibu-bapaknya.

"Saudaraku yang dari Quraisy itu telah diambil oleh dua orang laki-laki berbaju putih. Dia dibaringkan, perutnya dibedah, sambil di balik-balikan," cerita saudaranya sambil gemetaran.

Husen Haekal mengatakan, tentang apa yang terjadi kepad Muhammad kecil, ini ada juga diceritakan versi lainnya, bahwa mengenai diri dan suaminya ia berkata:

"Lalu saya pergi dengan ayahnya ke tempat itu. Kami jumpai dia sedang berdiri. Mukanya pucat-pasi. Kuperhatikan dia. demikian juga ayahnya. Lalu kami tanyakan:

"Kenapa kau, nak?" Dia menjawab: "Aku didatangi oleh dua orang laki-laki berpakaian putih. Aku di baringkan, lalu perutku di bedah. Mereka mencari sesuatu di dalamnya. Tak tahu aku apa yang mereka cari."

Halimah dan suaminya kembali pulang ke rumah. Orang itu sangat ketakutan, kalau-kalau anak itu sudah kesurupan. Sesudah itu, dibawanya anak itu kembali kepada ibunya di Makkah. Atas peristiwa ini Ibn Ishaq membawa sebuah Hadits Nabi sesudah kenabiannya.

Tetapi dalam menceritakan peristiwa ini Ibn Ishaq nampaknya hati-hati sekali dan mengatakan bahwa sebab dikembalikannya kepada ibunya bukan karena cerita adanya dua malaikat itu, melainkan - seperti cerita Halimah kepada Aminah - ketika ia di bawa pulang oleh Halimah sesudah disapih, ada beberapa orang Nasrani Abisinia memperhatikan Muhammad dan menanyakan kepada Halimah tentang anak itu.

Dilihatnya belakang anak itu, lalu mereka berkata: "Biarlah kami bawa anak ini kepada raja kami di negeri kami. Anak ini akan menjadi orang penting. Kamilah yang mengetahui keadaannya."

Halimah lalu cepat-cepat menghindarkan diri dari mereka dengan membawa anak itu. Demikian juga cerita yang dibawa oleh Ath Tabari, tapi ini masih di ragukan; sebab

dia menyebutkan Muhammad dalam usianya itu, lalu kembali menyebutkan bahwa hal itu terjadi tidak lama sebelum kenabiannya dan usianya empat puluh tahun.

Baik kaum orientalis maupun beberapa kalangan kaum Muslimin sendiri tidak merasa puas dengan cerita dua malaikat ini dan menganggap sumber itu lemah sekali. Yang melihat kedua laki-laki (malaikat) dalam cerita penulis-penulis sejarah itu hanya anak-anak yang baru dua tahun lebih sedikit umurnya.

Begitu juga umur Muhammad waktu itu. Akan tetapi sumber-sumber itu sependapat bahwa Muhammad tinggal di tengah-tengah Keluarga Sa’d itu sampai mencapai usia lima tahun. Andaikata peristiwa itu terjadi ketika ia berusia dua setengah tahun, dan ketika itu Halimah dan suaminya mengembalikannya kepada ibunya, tentulah terdapat kontradiksi dalam dua sumber cerita itu yang tak dapat diterima.

Oleh karena itu beberapa penulis berpendapat, bahwa ia kembali dengan Halimah itu untuk ketiga kalinya. Dalam hal ini Sir William Muir tidak mau menyebutkan cerita tentang dua orang berbaju putih itu, dan hanya menyebutkan, bahwa kalau Halimah dan suaminya sudah menyadari adanya suatu gangguan kepada anak itu, maka mungkin saja

itu adalah suatu gangguan krisis urat-saraf, dan kalau hal itu tidak sampai mengganggu kesehatannya ialah karena bentuk tubuhnya yang baik.

Barangkali yang lainpun akan berkata: Baginya tidak diperlukan lagi akan ada yang harus

membelah perut atau dadanya, sebab sejak dilahirkan Tuhan sudah mempersiapkannya supaya menjalankan risalahNya. Dermenghem berpendapat, bahwa cerita ini tidak mempunyai dasar kecuali dari yang diketahui orang dari

teks ayat yang berbunyi:

"Bukankah sudah Kami lapangkan dadamu? Dan sudah Kami lepaskan beban dari kau? Yang telah memberati punggungmu?” (Qur’an

94: 1-3)

Apa yang telah diisyaratkan Qur’an itu adalah dalam arti rohani semata, yang maksudnya ialah membersihkan (menyucikan) dan mencuci hati yang akan menerima Risalah Kudus, kemudian meneruskannya seikhlas-ikhlasnya, dengan menanggung segala beban karena Risalah yang berat itu. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement