REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Bank sentral China, People Bank of China (PBC), mengatakan risiko keuangan dari masalah utang China Evergrande Group dapat dikendalikan dan dipastikan tidak akan meluas. Pernyataan tersebut disampaikan di tengah meningkatnya kekhawatiran investor terhadap dampak krisis utang Evergrande.
Evergrande adalah pengembang dengan utang paling besar di dunia. Kewajiban utangnya mencapai lebih dari 300 miliar dolar AS. Perusahaan melewatkan putaran ketiga pembayaran bunga obligasi luar negeri minggu ini dan memicu kekhawatiran investor.
“Dari total kewajiban Evergrande Group, kewajiban keuangan kurang dari sepertiga. Kreditur juga relatif tersebar, dan lembaga keuangan individu memiliki eksposur risiko yang kecil. Secara keseluruhan, risiko limpahan ke industri keuangan dapat dikendalikan," kata pejabat PBC, Zou Lan, saat konferensi pers dikutip AP, Sabtu (16/10).
Evergrande berada di bawah tekanan setelah Partai Komunis China memerintahkan pengembang properti untuk mengurangi tingkat utang mereka. Pihak berwenang mencoba mengarahkan industri ke arah laju pembangunan yang lebih berkelanjutan setelah bertahun-tahun mengalami pertumbuhan yang didorong oleh stimulus.
Zou mengatakan Evergrande dikelola dengan buruk dalam beberapa tahun terakhir dan gagal beroperasi dengan hati-hati sesuai dengan perubahan kondisi pasar. Sebaliknya, perusahaan telah melakukan diversifikasi dan perluasan secara besar-besaran yang mempengaruhi operasi dan keuangannya.
Menurut Zou, industri real estat pada umumnya dalam kondisi sehat. Ia mengatakan, sebagian besar perusahaan real estat beroperasi secara stabil dengan indikator keuangan yang sehat.
Zou mengatakan otoritas terkait dan pemerintah daerah telah mendesak Evergrande untuk meningkatkan penjualan aset dan mempercepat pemulihan proyek konstruksinya untuk melindungi kepentingan konsumen. Menurut Zou, departemen keuangan akan memberikan dukungan keuangan untuk dimulainya kembali proyek.
Selain Evergrande, pengembang real estat Fantasia Holdings Group, melewatkan pembayaran obligasi senilai 206 juta dolar AS. Pengembang China lainnya, Sinic Holdings Group, mengatakan dalam pengajuan ke bursa saham Hong Kong bahwa kemungkinan akan gagal bayar obligasi 250 juta dolar AS yang jatuh tempo akhir pekan ini.