Sabtu 16 Oct 2021 16:21 WIB

Usul Pembubaran Densus 88 Dinilai Keliru

Densus 88 tetap diperlukan untuk melakukan hard approach.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Indira Rezkisari
Personel kepolisian bersenjata berjaga saat tim Densus 88 Antiteror melakukan penggeledahan.
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Personel kepolisian bersenjata berjaga saat tim Densus 88 Antiteror melakukan penggeledahan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, menyebut Detasemen Khusus (Densus) 88 tidak bisa dibubarkan. Pembubaran Densus 88 akan bertentangan dengan undang-undang (UU).

"Itu keliru bahkan berbahaya yang mengatakan Densus 88 itu tidak penting dan harus dibubarkan. Jangan kalau ngomong tak pakai data," kata Hamdi dalam webinar, Jumat (15/10).

Baca Juga

Hamdi menerangkan, UU yang ditentang apabila Densus 88 dibubarkan ialah UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Menurut dia, berdasarkan aturan yang ada pada peraturan perundang-undangan tersebut keberadaan Densus 88 tidak dapat dibubarkan. Karena itulah dia menilai aneh jika ada politikus yang berpikir Densus 88 lebih baik dibubarkan.

"Kalau tidak, yang melaksanakan hard approach siapa? Nanti tidak ada melakukan hard approach dalam law enforcement. Itu ruang kosong berbahaya bagi negara," jelas dia.

Anggota Komisi III DPR RI, Arsul Sani, yang hadir pada kesempatan tersebut berpendapat tak jauh berbeda dengan Hamdi. Bahkan, menurut Arsul, Densus 88 perlu dikembangkan lebih lanjut menjadi suatu direktorat di dalam institusi Polri yang khusus menangani terorisme.

"Mungkin ditingkatkan satuan, sekarang Densus 88 bisa saja jadi korps penanggulangan atau penindakan terorisme. Seperti layaknya Korps Brimob, Korps Lalu Lintas dan sebagainya," kata politikus PPP ini.

Sementara itu, Dekan Tarbiyah PTIQ, Baetirahman, menyatakan, keberadaan Densus 88 masih sangat penting dan diperlukan di Indonesia. Sebab, menurut Baetirahman, di tangan Densus 88 penanganan teroris di Indonesia dapat terlaksana dengan maksimal.

"Densus 88 selama ini sudah memberikan solusi, artinya bahwa Densus 88 dalam perspektif saya masih perlu dan penting," ujar Baetirahman.

Baetirahman menuturkan, selama ini, selain melakukan pemberantasan, Densus 88 juga memperhatikan pendidikan penuh kepada anak-anak narapidana terorisme (napiter). Melihat itu, dia menilai Densus 88 sudah menjalankan tugas sesuai amanah.

"Densus 88 menurut saya telah menjalankan amanah, sudah berdasarkan payung hukum yang berlaku. Negara ini milik kita bersama dan Densus 88 telah menjalankan tugas agama dengan pemberantasan terorisme," kata dia.

Menurut dia, terorisme merupakan bentuk pengkhianatan terhadap suatu bangsa dan negara. Densus 88 hadir sebagai salah satu alat negara untuk pertahankan negara dari pelaku terorisme. Dia menilai, anggapan Densus 88 islamophobia merupakan hal yang berlebihan. "Insyaallah Densus 88 semakin baik dalam memberi narasi, sehingga tak ada lagi tudingan Islamophobia," jelas dia.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement