Sabtu 16 Oct 2021 16:29 WIB

YLKI: Cara Penagihan Pinjol Bermasalah

Cara penagihan, baik ilegal maupun legal, membuat tekanan psikologi bagi masyarakat.

Rep: Puti Almas/ Red: Ratna Puspita
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, hal yang bermasalah dari pinjaman daring atau online (pinjol), yakni cara perusahaan yang memberi pinjaman melakukan penagihan kepada pihak yang berutang. Ilustrasi
Foto: Republika
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, hal yang bermasalah dari pinjaman daring atau online (pinjol), yakni cara perusahaan yang memberi pinjaman melakukan penagihan kepada pihak yang berutang. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, hal yang bermasalah dari pinjaman daring atau online (pinjol), yakni cara perusahaan yang memberi pinjaman melakukan penagihan kepada pihak yang berutang. Permasalahan itu diketahui berdasarkan pengaduan terkait pinjol yang masuk ke YLKI.

“Cara penagihan rata-rata yang jadi masalah dan antara ilegal dan legal seperti hampir tidak ada beda. Harus jadi perhatian ini karena ini kan membuat tekanan psikologi masif bagi masyarakat,” kata Tulus dalam webinar MNC Trijaya Network "Jerat Pinjol Bikin Benjol", Sabtu (16/10). 

Baca Juga

Karena itu, ia mengapresiasi Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta agar Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meningkatkan pengawasan dan penyelenggaraan dari financial technology (fintech) ini. Ia berharap pemerintah dapat bersiap dan bertindak lebih cepat terhadap masalah terkait pinjol.

Tulus mengatakan, permasalahan terkait pinjaman online ini juga harus diselesaikan dari hulu. Ia mengatakan, penyelesaian dari hulu ini karena banyaknya kasus pinjol di masyarakat membuat pihak berwenang belum dapat menanggulangi secara keseluruhan. Terdapat ratusan atau bahkan ribuan kasus, tetapi hanya beberapa yang ditangani hingga tuntas. 

“Biasanya polisi bertindak tegas setelah ada arahan dari presiden dan atau kasusnya viral. Tentu tidak semua bisa viral. Karena itu, yang ditangani harus dari hulu, bagaimana pemerintah antisipasi,” kata Tulus menambahkan. 

Terkait persoalan di hulu, ia mengatakan, sejak awal pemerintah membuka keran ekonomi digital, pemerintah kurang mengantisipasi aspek infrastruktur kebijakan dan sosiologis masyarakat. Menurut Tulus, literasi masyarakat saat ini masih rendah sehingga mereka dengan mudah menjadi korban dari kehadiran pinjol. 

Ia menambahkan, literasi masyarakat yang rendah membuat mereka tidak membaca dan memahami dengan baik syarat dan ketentuan yang diberikan oleh perusahaan peminjaman tersebut. “Rendahnya literasi inilah yang membuat orang-orang saat bertransaksi di fintech atau setidaknya e-commerce saja itu tidak membaca syarat dan ketentuan. Kalau nunggak seperti apa, sanksi seperti apa,” ujar Tulus.

Anggota Komisi XI DPR RI Kamrussamad mengatakan, hal-hal yang sifatnya kebutuhan dasar sandang dan pangan menjadi akar masalah terkait maraknya pinjol ilegal. Ia mengatakan Indonesia harus mencapai kesejahteraan masyarakat, yang dapat dilihat melalui pertumbuhan pendapatan per kapita. 

“Sepanjang itu tidak bisa ditingkatkan, sepanjang itu pula berarti permasalahan tidak tersentuh akarnya,” ujar Kamrussamad. 

Baca juga : Jari Kepleset Saat Pegang Handphone Berujung Tagihan Pinjol

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement