Ahad 17 Oct 2021 12:35 WIB

AS Telah Mengetahui Kabar Penculikan Misionaris di Haiti

Para pelaku penculikan biasanya adalah geng-geng kejahatan atau bersenjata.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Orang-orang berkumpul di sekitar pembakaran sampah di pusat kota Port-au-Prince, Haiti, sore hari, Selasa, 21 September 2021.
Foto: AP/Rodrigo Abd
Orang-orang berkumpul di sekitar pembakaran sampah di pusat kota Port-au-Prince, Haiti, sore hari, Selasa, 21 September 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, PORT-AU-PRINCE -- Sebanyak 17 misionaris asal Amerika Serikat (AS) diculik di Haiti pada Sabtu (16/10). Hal itu dikabarkan organisasi Christian Aid Ministries yang mengklaim mengetahui langsung kejadian tersebut.

Menurut Christian Aid Ministries, para misionaris itu diculik saat dalam perjalanan pulang setelah membangun sebuah panti asuhan. “Ini adalah peringatan doa khusus. Berdoalah agar anggota geng itu mau bertobat,” kata Christian Aid Ministries lewat pesan suara yang dikirim ke berbagai misi keagamaan.

Baca Juga

Belum ada laporan mendetail perihal aksi penculikan tersebut. Sementara seorang juru bicara pemerintah AS telah mengatakan, mereka mengetahui kabar penculikan tersebut. “Kesejahteraan dan keselamatan warga AS di luar negeri adalah salah satu prioritas tertinggi Departemen Luar Negeri,” katanya.

Dia menolak memberi keterangan lebih lanjut perihal kejadian tersebut. Kasus penculikan di Haiti kembali melonjak. Para pelakunya biasanya adalah geng-geng kejahatan atau bersenjata. Pada Juli lalu, Haiti sempat menjadi sorotan dunia. Presiden negara tersebut, yakni Jovenel Moise, dibunuh 28 tentara asing.

Moise resmi menjabat sebagai presiden pada 2017. Kala itu Haiti, yang notabene merupakan negara termiskin di Amerika, masih berusaha pulih dari gempa dahsyat 2010 dan badai Matthew. Namun di bawah kepresidenannya, kehidupan warga Haiti semakin memburuk. Pengangguran meluas dan inflasi melonjak. Bahan makanan serta bahan bakar pun langka.

Di tengah keterpurukan, muncul laporan tentang penggelapan dana miliaran dolar oleh para pejabat pemerintah dari proyek pembelian bahan bakar murah Venezuela. Kesepakatan itu dikenal dengan Petrocaribe. Laporan lebih lanjut mengaitkan dua perusahaan milik Moise dengan penyalahgunaan dua miliar dolar AS dari dana tersebut.

Moise membantah melakukan kesalahan. Dalam sebuah langkah yang dilihat oleh para pengkritiknya sebagai pembalasan, ia menangguhkan dua pertiga senat yang menuduhnya, serta semua 119 anggota majelis deputi pada 2020. Moise berdalih mandat mereka telah berakhir setelah ia gagal menyelenggarakan pemilihan legislatif pada 2019.

Ketika warga Haiti turun ke jalan untuk melakukan protes, Moise mengambil tindakan yang ekstrem. Ia menugaskan geng-geng bersenjata untuk meneror para pengkritiknya. Serangkaian serangan dan pembunuhan terjadi, termasuk pembantaian La Saline. Peristiwa berdarah itu mendorong pemerintahan mantan presiden AS Donald Trump menjatuhkan sanksi terhadap tiga antek Moise.

 

sumber : AP/Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement