REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Deputi II Bidang Pembangunan Manusia Kantor Staf Presiden (KSP) Abetnego Tarigan menekankan pentingnya peran kelas ekonomi menengah dalam membangun perekonomian, khususnya di Papua.
“Kita terlalu terobsesi untuk mengantar sebanyak-banyaknya orang Papua agar naik ke high level. Tapi kita sering lupa kepada kelas ekonomi menengah. Padahal perputaran ekonomi terbesar ada di kelas menengah,” kata Abetnego dikutip dari siaran resmi KSP.
Ia menjelaskan, jumlah kelas ekonomi menengah di Papua masih sangat sedikit. Akibatnya, kekosongan pada strata kelas menengah banyak diisi oleh para pendatang. Hal ini juga yang menjadikan perputaran ekonomi masih berada di pusat-pusat kota/kabupaten dan mengalir ke luar provinsi Papua.
Selain masalah struktural tersebut, Abetnego pun mengakui bahwa perspektif kultural tentang PNS sebagai satu-satunya pilihan profesi terbaik juga mengakibatkan angka pengangguran cukup tinggi dan tingkat inovasi wirausaha rendah.
“KSP akan mendorong penguatan vokasi, khususnya di Papua. Kita membutuhkan bantuan media untuk membentuk image yang baik terhadap vokasi dan memberikan informasi mengenai bidang seperti apa yang dibutuhkan di Papua,” kata Abetnego.
Ia mencontohkan penguatan vokasi di Sulawesi melalui SMK Pertambangan yang melahirkan para tenaga kerja ahli di bidang pertambangan. Menurut dia, respon pada suatu sektor yang sedang tumbuh di suatu daerah melalui vokasi akan mampu memperluas peluang rekrutmen kerja tenaga lokal.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 masih mencatat Papua sebagai provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia yang mencapai 26,8 persen. Namun Pertumbuhan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua dalam kurun waktu lima tahun terakhir diyakini terus membaik, walaupun secara nasional masih relatif paling rendah.
Menurut Ketua bidang Penelitian dan Dokumentasi Komisi Informasi Papua, Syamsuddin Levi, pemerintah perlu melakukan pemberdayaan, pendampingan, dan pendidikan pada anak-anak muda Papua untuk mencegah terjadinya tindakan negatif.
“Hal yang menjadi pemantik konflik di Papua adalah masalah ekonomi. Maka pemerintah perlu melakukan pemberdayaan, pendampingan dan pendidikan terutama kepada anak-anak muda di Papua. Ini bukan saja membangun skill mereka, namun juga mencegah mereka untuk beralih ke tindakan negatif,” kata dia.