REPUBLIKA.CO.ID, -- Teluk Ekas yang terletak di Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur, NTB, terkenal dengan keindahan pantai, kekayaan kuliner, dan budidaya lobsternya. Ratusan pembudidaya lobster, udang, dan ikan tumbuh pesat di Teluk Ekas meski di tengah pandemi covid-19.
Rumawe, Ketua Kelompok Perikanan Pandan Wangi (Pokdakan) Desa Ekas Buana, mengatakan gairah warga lokal untuk membudidayakan ikan, udang, dan lobster semakin tinggi dengan adanya dukungan kuat pemerintah dan BUMN untuk memajukan usaha mereka.
Dukungan itu, kata Rumawe, diberikan dalam bentuk permodalan dan perbaikan alat budidaya termasuk tambak apung di wilayah Teluk Ekas.
"Bisnis budidaya lobster makin bagus dan pembeli dari beberapa negara berdatangan," kata Rumawe yang juga kepala dusun di Desa Ekas Buana, akhir pekan ini saat berbincang di tambak apungnya di Teluk Ekas.
Hasil lobster para pembudidaya di Teluk Ekas diekspor ke Hong Kong, Jepang, Korea, dan negara-negara lainnya. Tentu saja, kata Rumawe, hasil panen udang/lobster mereka pun ikut diserap pasar dalam negeri juga.
Rumawe mengaku memiliki 10 lobang tambak bersama saudara dan pembudidaya lainnya. Paling tidak, setahun sekali mereka menikmati panen lobster.
Rumawe menjelaskan ada tiga segmen budidaya yang umum dilakukan pembudidaya di Lombok Timur
Pertama, ukuran benih bening lobster 10–20 gram dengan waktu pemeliharaan 3–4 bulan.
Kedua, ukuran benih lobster 10–20 gram ke ukuran 100–115 gram, dengan waktu pemeliharaan 6-7 bulan.
Dan ketiga, ukuran benih lobster 115 gram ke 200 gram lebih, dengan waktu pemeliharan 5–6 bulan Waktu Pemeliharaan dari ukuran benih bening lobster sampai dengan ukuran 200 gram dengan waktu pemeliharaan 14–17 bulan.
Pada 2000 sampai 2012 pembudidaya lobster menggunakan benih lobster ukuran 10-20 gr.
Pada 2013, ekspor benih bening lobster terjadi, para pembudidaya kesulitan memperoleh benih lobster untuk dibudidayakan
Rumawe mengaku untuk membangun tambak dengan banyak lobang membutuhkan biaya besar. Belum lagi, biaya membeli benih bening lobster juga tergolong mahal.
"Kami mendapat suntikan dana dari BRI di mana untuk tambak yang saya kelola bersama tim mendapat kredit Rp 50 juta," kata dia.
Rumawe mengakui peran pemerintah dan BUMN dalam hal ini bank BUMN seperti BRI sangat besar dalam memajukan bisnis para pembudidaya.
Apalagi, jelas dia, BRI tidak hanya memberikan kredit kerja tetapi juga ikut membantu membuka pasar dan promosi.
Rumawe membangun restoran apung di tambaknya yang terbuka untuk umum. Biasanya, kata dia, pada saat sebelum pandemi, banyak turis asing seperti dari Korea makan di restoran apungnya yang ditempuh dengan waktu 10 menit dari Pantai Ekas dengan perahu motor.
Selain dapat penghasilan dari panen lobster dan restoran, Rumawe mengatakan para pembudidaya juga mendapat pemasukan dari panen ikan. "Lumayan untuk menutup kebutuhan sehari-hari," kata dia.