REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Rencana pemberian nama jalan di Jakarta dengan nama tokoh sekuler Turki, yaitu Mustafa Kemal Ataturk mendapat respons penolakan dari sejumlah tokoh. Sejarawan Islam Universitas Indonesia Dr Tiar Anwar Bachtiar mengatakan tidak setuju dengan rencana tersebut.
“Kalau saya pasti tidak setuju karena kita tahu Mustafa Kemal adalah tokoh yang menghancurkan Dinasti Ottoman,” kata Tiar kepada Republika.co.id, Ahad (17/10).
Meski begitu, dia menyebut Turki memiliki hubungan diplomatik resmi dengan Indonesia. Di Turki, Mustafa Kemal adalah tokoh pendiri negara Turki modern walaupun sebagian orang tidak menyukainya. Kalau usulan nama dia sebagai balasan atas nama jalan Ahmed Soekarno di Turki, bisa mencari tokoh lain yang lebih netral. Misal, Sultan Selim atau Muhammad Al Fatih.
“Saya kira Sultan Selim atau Muhammad Al Fatih lebih netral, terutama bagi audiensi Indonesia. Bisa juga negosiasi ke Turki. Jadi, mereka akan memberikan nama tokoh Turki yang lebih netral dan dikenang,” ujar dia.
Tiar menyebut kedua nama itu juga lebih pantas dibandingkan dengan nama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Sebab, Erdogan bukan tokoh historis yang ada dalam sejarah dan terlalu tendesius.
Yang jelas, dia menganjurkan untuk rencana tersebut dikaji ulang. “Bagusnya dikaji lagi. Jadi, mencari tokoh yang ada dalam sejarah dan dapat diterima oleh orang Turki dan orang Indonesia sehingga tidak bermasalah dipakai nama jalan sebagai kehormatan,” ucap dia.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan juga menolak rencana pemberian nama jalan Mustafa Kemal. “Kalau Kemal sudah menjadi masa lalu bagi saya, bagaimana sejarah menyebut Kemal sangat kontroversi. Sekarang sudah jadi catatan sejarah,” kata dia.
Amirsyah berpendapat nama Erdogan lebih baik dijadikan nama jalan dibandingkan Kemal. Dia menilai, Erdogan merupakan sosok yang sedang hangat dan spektakuler dalam mengembangkan berbagai gagasan soal permasalahan dunia.
“Sosok Erdogan sangat spektakuler dalam mengembangkan gagasan tentang kenegaraan, keamanan, keislaman, dan politik internasional dan dia sangat disegani oleh dunia,” tambahnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menganjurkan agar usulan nama Mustafa Kemal Ataturk untuk dijadikan nama jalan di Jakarta dikaji ulang. “Boleh saja memberikan nama jalan Soekarno di Ankara, tetapi berlakulah seperti Maroko. Di sana, ada jalan Soekarno tanpa minta nama jalan raja Maroko di Jakarta,” kata Hidayat dalam cicitannya @hnurwahid.