Senin 18 Oct 2021 06:49 WIB

Aljazair: Prancis Bantai Jamaah Masjid Termasuk Bayi 

Presiden Aljazair tegaskan penjajahan Prancis terhadap Muslim negaranya

Rep: Meiliza Laveda/ Red: Nashih Nashrullah
Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune,  tegaskan penjajahan Prancis terhadap Muslim negaranya.
Foto: EPA
Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune, tegaskan penjajahan Prancis terhadap Muslim negaranya.

REPUBLIKA.CO.ID, ALJIR – Sebanyak 4.000 jamaah memprotes konversi masjid menjadi gereja. Mereka yang memprotes telah dibantai oleh pasukan kolonial Prancis pada pertengahan Abad ke-19. 

Masjid Ketchaoua Aljazair dibangun selama era Ottoman. Masjid Ketchaoua Aljazair tidak hanya salah satu simbol negara yang paling penting, tetapi juga merupakan saksi penting atas kejahatan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Prancis. 

Baca Juga

Dalam sebuah wawancara dengan media lokal pada 11 Oktober, Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune memberikan laporan resmi tentang pembantaian Prancis terhadap 4.000 jamaah selama era kolonial 1830-1962. 

"Prancis menjajah kami selama 132 tahun, tahun-tahun yang menjadi saksi kejahatan keji yang tidak dapat dihapus dengan kata-kata halus. Ada keluarga dan suku yang benar-benar musnah seperti Zaatcha (Aljazair tenggara), dan bahkan bayi pun tidak selamat," kata Tebboune, dilansir dari TRT World, Ahad (17/10). 

"Di Ketchaoua kolonial Prancis membunuh 4.000 jamaah yang menjadi martir setelah di kelilingi oleh meriam dan dimusnahkan," kata Tebboune menambahkan. 

Masjid Ketchaoua dibangun pada 1520 oleh Khair al-Din (Hayreddin) Barbarossa, penguasa Aljazair saat itu, di kawasan Casbah yang terkenal di ibu kota Aljir. 

Catatan sejarah Aljazair menunjukkan bahwa penguasa Prancis Aljazair pada saat itu, Duke de Rovigo, memutuskan pada akhir 1832 untuk menyerbu masjid untuk mengubahnya menjadi gereja. 

Ketika penduduk kota berkemah di dalam gedung sebagai protes, Rovigo justru menghancurkan masjid, membantai orang-orang di dalamnya, dan membakar Alquran. 

Masjid Ketchaoua di pantai Mediterania, merupakan simbol penting kemerdekaan Aljazair, pertama kali digunakan sebagai depot militer selama pendudukan Prancis dan kemudian sebagai kediaman uskup agung Aljazair. 

Setelah pembongkaran masjid pada 1844, sebuah gereja besar dibangun dan bangunan itu tetap menjadi katedral sampai Aljazair memperoleh kemerdekaan pada 1962. 

Masjid ditutup pada 2008 karena kerusakan akibat gempa bumi 2003. Pada April 2018, masjid dibuka kembali setelah restorasi oleh Badan Kerjasama dan Koordinasi Turki (TIKA) badan bantuan yang dikelola negara Turki.

 

Sumber: trtworld

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement