Senin 18 Oct 2021 11:24 WIB

Kemenkeu Tegaskan UU Perpajakan Perkuat sektor UMKM

UU HPP melengkapi dukungan lainnya seperti program PEN.

Rep: Novita Intan/ Red: Fuji Pratiwi
UMKM kerajinan manik-manik (ilustrasi). Pemerintah menyatakan, UU HPP menegaskan dukungan pemerintah terhadap UMKM.
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
UMKM kerajinan manik-manik (ilustrasi). Pemerintah menyatakan, UU HPP menegaskan dukungan pemerintah terhadap UMKM.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Kementerian Keuangan menegaskan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) merupakan salah satu bentuk keberpihakan pemerintah untuk melindungi masyarakat berpenghasilan rendah termasuk menguatkan pelaku sektor UMKM.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, UU HPP melengkapi dukungan lainnya seperti program pemulihan ekonomi nasional (PEN) dan desain APBN karena UMKM berkontribusi 60 persen terhadap PDB dan 97 persen penyerapan tenaga kerja.

Baca Juga

"Dukungan Pemerintah terhadap UMKM sangat jelas terlihat bahkan semakin kuat dengan UU HPP," ujar Febrio dalam keterangan resmi seperti dikutip Senin (18/10).

Febrio menuturkan, perubahan atas UU Pajak Penghasilan (PPh) untuk meningkatkan keadilan dan keberpihakan kepada pengusaha UMKM orang pribadi maupun badan. Bagi WP Orang Pribadi UMKM yang selama ini membayar PPh dengan tarif final 0,5 persen sesuai PP 23 Tahun 2018, diberikan insentif berupa batasan penghasilan tidak kena pajak atas peredaran bruto hingga Rp 500 juta setahun.

Sebagai contoh, pengusaha dengan peredaran bruto sebesar Rp 2,5 miliar setahun hanya membayar PPh atas peredaran bruto Rp 2 miliar karena sampai dengan peredaran bruto Rp 500 juta dibebaskan dari PPh.

Bagi pengusaha yang memiliki peredaran bruto kurang dari Rp 500 miliar maka tidak perlu membayar PPh sama sekali sedangkan bagi WP Badan UMKM tetap diberikan fasilitas penurunan tarif PPh Badan 50 persen sesuai Pasal 31E UU PPh.

Selain itu, kemudahan dalam pemungutan PPN juga tetap diberikan dengan penerapan tarif PPN Final seperti satu persen, dua persen atau tiga persen dari peredaran usaha untuk jenis barang, jasa, dan sektor usaha tertentu yang akan diatur dengan PMK.

Bagi pengusaha kecil dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4,8 miliar setahun tetap seperti saat ini yaitu pengusaha kecil dapat memilih untuk menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) atau pun tidak.

Kemudian bagi pengusaha kecil atau UMKM yang sudah dikukuhkan sebagai PKP tidak perlu melakukan mekanisme Pajak Keluaran-Pajak Masukan (PK-PM).

Mereka cukup menerapkan tarif final dalam pemungutan PPN yang tentu tarifnya lebih rendah dibandingkan tarif dalam pedoman pengkreditan pajak masukan berdasarkan PMK 74/PMK.03/2010.

"Hal ini menunjukkan bahwa dalam langkah reformasi perpajakan, aspek kemudahan administrasi bagi wajib pajak tetap menjadi perhatian besar pemerintah," ucap Febrio.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement