REPUBLIKA.CO.ID, MADRID -- Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez menghapus jasa dan bisnis prostitusi di negaranya. Dia menyebut, praktik tersebut “memperbudak” perempuan.
Janji penghapusan praktik prostitusi dilontarkan Sanchez saat berbicara pada para pendukungnya di akhir kongres Partai Sosialis yang berlangsung selama tiga hari di Valencia.
“Dan dari kongres ini muncul komitmen yang akan saya laksanakan. Kami akan maju dengan menghapus prostitusi yang memperbudak perempuan," ujarnya tanpa memberikan rincian lebih lanjut, dilaporkan BBC pada Ahad (17/10).
Saat ini, Spanyol tak memiliki peraturan hukum terkait prostitusi. Dengan demikian, tak ada sanksi apa pun bagi mereka yang terlibat dalam praktik atau bisnis tersebut. Asalkan, mereka menawarkan layanan seksual berbayar atas keinginannya sendiri dan tidak terjadi di ruang publik.
Berbeda dengan pekerja seks komersial (PSK), muncikari justru ilegal di Spanyol. Industri atau bisnis prostitusi telah berkembang pesat di Spanyol.
Diperkirakan terdapat 300 ribu perempuan yang bekerja sebagai PSK di sana. Pada 2016, PBB menyebut industri seks di Spanyol diperkirakan bernilai 3,7 miliar euro.
Sebuah survei pada 2009 menemukan bahwa satu dari tiga pria di Spanyol telah mengeluarkan uang untuk seks. Sebuah studi PBB pada 2011 menyebut Spanyol sebagai pusat prostitusi terbesar ketiga di dunia setelah Thailand dan Puerto Rico.
Pada 2019, partai Pedro Sanchez menerbitkan janji dalam manifesto pemilunya untuk melarang prostitusi. Hal itu dilihat sebagai strategi Sanchez untuk menjaring lebih banyak pemilih perempuan. Manifesto itu menyebut prostitusi adalah salah satu aspek paling kejam dari feminisasi kemiskinan dan salah satu bentuk terburuk kekerasan terhadap perempuan.
Namun dua tahun pasca-pemilu, belum ada undang-undang yang diajukan pemerintahan Sanchez. Dalam beberapa tahun terakhir, kekhawatiran telah berkembang seputar potensi perempuan di Spanyol diperdagangkan untuk dijadikan PSK.
Pada 2017, polisi Spanyol mengidentifikasi 13 ribu perempuan dalam penggerebekan anti-perdagangan manusia. Setidaknya 80 persen dari mereka dieksploitasi di luar kehendak mereka oleh pihak ketiga.