Polda Jatim Ungkap Kasus Pemalsuan Merek Sarung
Red: Muhammad Fakhruddin
Polda Jatim Ungkap Kasus Pemalsuan Merek Sarung (ilustrasi). | Foto: istimewa
REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA -- Aparat Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim) mengungkap kasus pemalsuan sarung merek BHSsetelah menerima laporan dari pihak produsen PT Behaestex.
Kepala Subdirektorat (Subdit) Indagsi Direktorat Kriminal Khusus Polda Jatim Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Suryono memastikan telah merampungkan penyidikan. "Kami menetapkan empat orang tersangka. Berkas penyidikannya sudah lengkap atau P-21," katanya kepada wartawan di Surabaya, Senin.
Empat tersangka semuanya asal Sumenep, Pulau Madura, Jawa Timur. Masing-masing adalah pemilik toko berinisial RK, pengorder sekaligus penyuplai NH, perantara AZ, dan pembuat sarung AM.
Mereka dijerat Pasal 100 ayat (2) dan Pasal 102 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis. Beberapa waktu lalu, lanjut AKBP Suryono, setelah berkas perkaranya P-21, langsung melimpahkan tahap kedua, yaitu barang bukti besertapara tersangkanya, ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep.
Namun, hingga kini hanya tiga tersangka yang sudah dilakukan pelimpahan tahap kedua di Kejari Sumenep, yaitu NH, AZ, dan AM. "Tersangka RK belum bisa dilimpahkan ke Kejati Sumenep karena kondisinya sakit. Kami sudah cek dengan membawa dokter. Dia hanya bisa terbaring di rumahnya. Usianya sudah 82 tahun," ucap Suryono.
Ditemui di tempat terpisah, kuasa hukum PT Behaestex Ma'ruf Syah mengapresiasi penyidik Polda Jatim yang telah merampungkan penyidikan hingga berstatus P-21. "Perkara ini berawal dari praktik bisnis pemalsuan hak atas kekayaan intelektual (HAKI) dengan mencantumkan logo BHS di setiap sarung yang didistribusikan di Sumenep, Madura. Kami kemudian melaporkan ke Polda Jatim dengan Nomor LP.B/38/VIII/2019/SUS/JATIM/Tanggal 01 Agustus 2019," katanya.
Terhitung sejak awal melapor sampai sekarang berarti sudah lebih dari 2 tahun perkara tersebut ditangani Polda Jatim. Ma'ruf berharap penyidik Polda Jatim bisa kembali mendatangi rumah tersangka RK dengan membawa dokter pembanding agar diperoleh second opinion terkait hasil pemeriksaan medis.
"Dengan begitu, hasil pemeriksaan kesehatan tersangka bisa dinilai secara objektif apakah RK bisa diproses lanjut atau menjalani perawatan terlebih dahulu," ucapnya.