Selasa 19 Oct 2021 11:47 WIB

China Bantah Uji Rudal Hipersonik Berkekuatan Nuklir

China bersikeras mereka hanya menggelar pemeriksaan rutin pesawat luar angkasa.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Rudal China DF-17. Moskow dan China telah melangkah jauh meninggalkan AS dalam teknologi rudal.
Foto: EPA
Rudal China DF-17. Moskow dan China telah melangkah jauh meninggalkan AS dalam teknologi rudal.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- China membantah laporan yang mengatakan mereka menggelar uji coba rudal hipersonik tenaga nuklir pada awal tahun ini. Beijing bersikeras mereka hanya menggelar pemeriksaan rutin pesawat luar angkasa.

Berita yang pertama kali dilaporkan the Financial Times ini memicu Washington waspada. Badan intelijen Amerika Serikat (AS) terkejut mendengar laporan ini.

Baca Juga

Rudal hipersonik jauh lebih cepat dan lincah dari rudal biasa. Maka jenis rudal ini lebih sulit dicegat. Laporan ini juga muncul saat dunia semakin waspada dengan kapabilitas nuklir China.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Zhao Lijian mengatakan uji coba rutin yang dilakukan pada bulan Juli lalu itu untuk memverifikasi berbagai jenis teknologi pesawat antariksa yang dapat digunakan lagi. "Ini bukan rudal, ini pesawat luar angkasa, ini berdampak besar untuk mengurangi dana penggunaan pesawat ruang angkasa," kata Lijian, Senin (17/10) lalu seperti dikutip BBC.

Zhaou menambahkan di masa lalu banyak negara yang melakukan ujicoba serupa. Ketika ditanya apakah laporan the Financial Times tidak akurat ia menjawab 'ya'.

Laporan Sabtu (16/10) lalu itu mengutip lima sumber yang tidak disebutkan namanya. Para sumber mengatakan rudal tersebut diluncurkan pada musim panas. Terbang melewati orbit rendah sebelum jatuh dan hilang didekat target.

"Tes ini menunjukan Cina telah membuat kemajuan luar biasa pada senjata hipersonik dan jauh lebih canggih dibandingkan yang disadari pemerintah AS," tulis the Financial Times dalam laporan mereka.

Senin lalu duta besar pelucutan senjata AS Robert Wood mengatakan AS 'sangat khawatir'. Ia menambahkan Washington telah 'menahan diri dari mengejar aplikasi militer untuk teknologi itu'.

Namun ia mengatakan Cina dan Rusia 'sangat aktif' mengejar penggunaan militer. Artinya AS harus 'merespon dengan cara yang sama'. "Kami hanya tidak tahu bagaimana kami membela diri melawan teknologi itu begitu pula dengan Cina, begitu pula dengan Rusia," kata di Jenewa, Swiss.

Sebelumnya anggota Komite Layanan Angkatan Bersenjata House of Representative AS Mike Gallagher telah memperingatkan bila Washington terjebak pada pendekatan yang sama. Maka dalam satu dekade AS akan kalah dalam Perang Dingin yang baru dengan China.

Hubungan AS dan China masih menegang, Beijing menuduh pemerintahan Presiden Joe Biden bersikap agresif. Sejumlah negara-negara Barat juga mengungkapkan kekhawatiran mereka mengenai perkembangan militer China.

Baca juga : Kapal Angkatan Laut China-Rusia Berlayar Lewat Selat Jepang

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement