REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) terus menurunkan proyeksi defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD), terbaru per Oktober 2021 menjadi 0,0 persen hingga 0,8 persen. Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan CAD diperkirakan akan tetap rendah dari perkiraan sebelumnya, baik tahun ini maupun 2022.
"Defisit transaksi berjalan diprakirakan lebih rendah dari prakiraan sebelumnya menjadi di kisaran 0,0 persen-0,8 persen dari PDB pada 2021, dan akan tetap rendah pada 2022, sehingga mendukung ketahanan sektor eksternal Indonesia," katanya dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur BI, Selasa (19/10).
CAD sangat berkaitan dengan kondisi ekonomi yaitu membandingkan permintaan dan penawaran. Saat permintaan naik, sepanjang penawarannya memadai maka kebutuhan impor akan rendah, dan itu akan pengaruhi kondisi CAD.
Di Indonesia, kata Perry, CAD masih diproyeksi rendah karena tingkat ekspor nasional sangat tinggi terutama dari sisi komoditas dan manufaktur. Impor memang permintaan naik namun potensial outputnya lebih relatif rendah, makanya CAD rendah.
"Tahun depan, memang permintaan akan naik tapi penawaran secara agregat total masih memadai, maka CAD tahun depan juga akan masih rendah," kata Perry.
BI tentu akan melihat segala perkembangan termasuk untuk 2023 dan 2024. Hal tersebut yang disebut dengan siklus ekonomi. Pada tahun lalu, pertumbuhan ekonomi negatif dan tahun ini diproyeksikan positif dan naik kembali di 2022.
BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia terus membaik hingga kuartal IV, sehingga keseluruhan 2021 tetap berada dalam kisaran proyeksi Bank Indonesia pada 3,5 persen-4,3 persen. Pertumbuhan ekonomi pada 2022 juga diprakirakan membaik didorong oleh mobilitas yang terus meningkat sejalan akselerasi vaksinasi, kinerja ekspor yang tetap kuat, pembukaan sektor-sektor prioritas yang semakin luas, dan stimulus kebijakan yang berlanjut.
"Tentu untuk tahun-tahun kedepan proyeksinya akan kami sampaikan lagi, namun tahun depan CAD diproyeksi masih relatif rendah meski pertumbuhan ekonomi terus meningkat, namun secara permintaan masih lebih rendah dari kapasitas produksi nasional," katanya.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) juga diprakirakan tetap baik. Transaksi berjalan kuartal III 2021 diprakirakan kembali mencatat surplus, didorong oleh surplus neraca perdagangan yang meningkat menjadi 13,2 miliar dolar AS, tertinggi sejak kuartal IV 2009.
Kinerja tersebut didukung peningkatan ekspor komoditas utama seperti CPO, batubara, kimia organik, dan bijih logam, di tengah kenaikan impor terutama bahan baku seiring perbaikan ekonomi domestik. Sementara itu, surplus neraca modal diprakirakan meningkat sejalan dengan masuknya aliran modal asing, baik penanaman modal asing maupun investasi portofolio.
Pada kuartal III 2021, aliran investasi portofolio mencatat net inflows sebesar 1,3 miliar dolar AS. Aliran investasi portofolio tersebut terus berlanjut dari tanggal 1 Oktober 2021 hingga 15 Oktober 2021 dengan mencatat inflows sebesar 0,2 miliar dolar AS.
Posisi cadangan devisa pada akhir September 2021 juga meningkat menjadi sebesar 146,9 miliar dolar AS. Setara dengan pembiayaan 8,9 bulan impor atau 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta melampaui standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
"Fundamental yang kuat, cadangan devisa yang kuat dan CAD yang rendah ini akan membantu kita dalam stabilisasi, termasuk dalam menghadapi risiko Tapering The Fed," katanya.