Selasa 19 Oct 2021 22:26 WIB

Salim Abd Al-Karim, Korban Tembak Mati Israel ke-100

Kebijakan tembak mati oleh Israel menuai kritik

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Nashih Nashrullah
Kebijakan tembak mati oleh Israel terhadap warga Palestina menuai kritik. Pasukan Israel.
Foto: AP/Majdi Mohammed
Kebijakan tembak mati oleh Israel terhadap warga Palestina menuai kritik. Pasukan Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM— Seorang pria Palestina, Salim Abd Al-Karim Hasarma (44 tahun), menjadi korban ke-100 yang terbunuh karena tembakan pasukan Israel tahun ini, dia ditembak mati pada Senin (18/10) pagi di Kota Bi'na. 

Dilansir dari The New Arab, saudaranya, Ibrahim Hasarma juga ditembak mati pada Desember 2019. Polisi Israel mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pria bersenjata tak dikenal telah menembak dari mobil yang lewat ke kendaraan lain. 

Baca Juga

"Akibat penembakan itu, seorang pria berusia empat puluhan terluka parah. Kematiannya kemudian dikonfirmasi staf medis," kata polisi.

Kekerasan senjata komunitas Palestina di Israel menyumbang lebih dari 60 persen dari semua korban pembunuhan secara nasional meskipun warga Palestina Israel hanya berjumlah lebih dari 20 persen dari populasi.

Ada lebih dari 400 ribu senjata ilegal di antara warga Palestina di Israel, meskipun populasinya hanya lebih dari dua juta. 

Pihak berwenang Israel secara konsisten menuai kritik karena diduga gagal mengatasi kekerasan intra-Palestina dalam batas-batas Israel pada 1948. Warga Palestina di Israel menghadapi diskriminasi sistematis dan sering mengeluh diperlakukan sebagai warga negara kelas dua. 

Segmen besar publik Israel melihat warga Palestina sebagai ancaman demografis terhadap "identitas Yahudi" Israel, dengan diskriminasi yang mengakar di perumahan, layanan publik, pendidikan, dan pekerjaan. 

Warga Palestina Israel sering berselisih dengan polisi Israel, sebuah lembaga yang mereka yakini tidak berbuat banyak untuk menghentikan epidemi kejahatan senjata di dalam komunitas mereka. 

Sebelumnya, Perdana Menteri Mohammad Shtayyeh mengecam kebijakan tembak mati kepada rakyat Palestina yang biasa dilakukan tentara Israel di wilayah pendudukan. Sebuah langkah yang disebutnya melanggar kemanusiaan dan hukum internasional.  

Shtayyeh mengungkapkan pernyataan ini saat berbicara di pembukaan rapat kabinet mingguan yang diadakan di Ramallah awal bulan ini. 

Dia mengecam keras kebijakan Israel tersebut dan mendesak organisasi hak asasi internasional untuk berbicara menentangnya.  “Ada peningkatan terorisme dan kekerasan yang menargetkan orang-orang kami dari tentara dan pemukim Israel,” katanya. 

“Selama paruh pertama tahun ini, jelas bahwa ada praktik kebijakan tembak-menembak yang dilakukan Israel terhadap rakyat kami.  Ini tidak lebih dari kebijakan kriminal yang harus dihentikan dan masyarakat internasional serta organisasi internasional harus mengangkat suara mereka dan menulis laporan mereka untuk mengekspos kebijakan ini oleh kekuatan pendudukan,” tambahnya. 

Menurut Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) di wilayah-wilayah pendudukan, Israel menembak dan membunuh sedikitnya 60 orang Palestina pada September di Tepi Barat. Kasus yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah 24 korban sepanjang 2020.     

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement