REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH M Cholil Nafis, menyebut Nabi Muhammad SAW merupakan contoh terbaik catatan hidup seorang Muslim. Catatan selama hidup disebut harus diperhatikan, utamanya di era media sosial.
"Orang hidup ini curriculum vitae-nya harus lengkap, seperti Rasulullah SAW. Rasul, mulai dari sebelum lahir, saat lahir, remaja, apalagi setelah menerima wahyu, itu lengkap. Tidak ada yang selengkap Rasul, baik Nabi-Nabi yang lain," ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (19/10).
Kiai Cholil menyebut jangan sampai ada tanda hitam dalam catatan kehidupan sebagai manusia. Sebab, hal ini akan diketahui dan diingat, baik oleh manusia maupun di mata Allah SWT.
Di era perkembangan teknologi dan internet, jejak kehidupan seorang manusia disebut mudah terlihat dari pelacakan (tracking) di media sosial atau dikenal dengan jejak digital.
Sementara saat Nabi hidup, meski belum mengenal internet, apapun yang disampaikan atau dilakukan bisa dituliskan atau diceritakan.
Dalam memperingati hari lahir Rasulullah SAW, hal berikutnya yang disebut perlu diikuti dari sosok Mulia ini adalah karakternya, terutama kejujuran-Nya.
"Sekarang, kejujuran ini hal yang paling mahal dalam kehidupan. Kita bisa lihat, bagaimana sudah ada penegak hukum namun masih ada yang tidak jujur. Hal ini juga berlaku dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat," lanjutnya.
Kiai Cholil menekankan kejujuran Nabi pada keluarga maupun masyarakat harus menjadi sebuah contoh. Hal ini nantinya akan dipertanggungjawabkan, dan semuanya bermula pada iman kepada Allah SWT.
Selanjutnya, cara Nabi membangun diri dengan karakter yang kuat disebut juga perlu menjadi perhatian seorang Muslim. Di saat pandemi Covid-19 saat ini, seorang yang beriman bisa mencontoh Nabi.
"Nabi pernah menjadi orang miskin, dalam arti memiliki keterbatasan harta. Bahkan malam hari ketika tidak memiliki makanan, beliau mengganjal perutnya dengan dua batu, hingga berbunyi saat sholat Subuh keesokan harinya," ujar dia.
Meski mengalami kesusahan, Nabi tetap kuat dan berusaha semaksimal mungkin menjalani tugas-tugas-Nya. Beliau tidak mudah merengek, meminta, bersandar kepada orang lain.
Bahkan, Kiai Cholil menyebut Nabi Muhammad menolak pertolongan yang ingin diberikan sahabat. Beliau berdalih ingin menanggung kelaparan yang dirasakan umat-Nya.
Terakhir, Nabi Muhammad juga berupaya membangun kohesivitas dan solidaritas. Nabi mencontohkan, dia berupaya membangun solidaritas di antara kaum Muhajirin, dimana semua yang hijrah bisa bersatu.
"Prinsipnya, jika ingin membangun kohesivitas, dasarnya adalah saling mengalah bukan saling menang. Kalau saling menang, nggak bisa terjadi solidaritas," ucapnya.
Kohesivitas disebut bisa terjalin jika saling menyayangi dan mengalah demi kepentingan orang lain. Solidaritas tidak bisa terbangun jika memenangkan diri sendiri dan mengalahkan kepentingan orang lain.
"Barangkali hal-hal di atas bisa menjadi pijakan kita hidup, meneladani, dan ini bagian dari kita, Rasulullah SAW," ujar Kiai Cholil.