REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Ganip Warsito mengatakan, pengurangan risiko bencana menjadi sebuah investasi yang penting. Hal ini, guna meminimalisasi dampak dari potensi ancaman bencana yang ada di Tanah Air. Bentuk dari investasi PRB yang dimaksud adalah investasi struktural, kultural, sumber daya manusia (SDM), ilmu pengetahuan dan teknologi serta keuangan.
Sebagaimana diketahui, Indonesia merupakan negara yang memiliki seluruh potensi bencana mulai dari hidrometeorologi, vulkanologi, geologi, bencana sosial hingga non alam seperti pandemi Covid-19. Dari serangkaian potensi bencana tersebut, Ganip menyebut Indonesia sering disebut sebagai supermarket bencana.
Namun, lanjut Ganip, sebutan tersebut kurang tepat, dia berpendapat Indonesia dengan potensi bencananya layaknya sebuah laboratorium bencana sehingga wajib untuk dipelajari untuk disiapkan langkah-langkah antisipasi dan pencegahannya.
“Saya menyebut Indonesia ini adalah laboratorium bencana. Karena semua bencana ada di Indonesia dan kita harus bisa mempelajarinya untuk menyiapkan langkah-langkah mitigasi dan kesiapsiagaan yang baik” jelas Ganip dalam keterangannya, Rabu (20/10).
Investasi struktural yang dimaksud Ganip adalah melalui pembangunan infrastruktur berdasarkan kajian risiko bencana. Infrastruktur itu sendiri dapat berupa bangunan ciptaan manusia seperti gedung atau sarana dan prasarana lainnya, maupun dengan pemanfaatan ekologi dan sistem vegetasi sebagai penyangga atau pelindung dari ancaman bencana.
“Baik berupa bangunan tahan bencana maupun penanaman dan pemeliharaan vegetasi yang dapat menjadi buffer bagi jenis bencana tertentu seperti tsunami, maupun bencana hidrometeorologi,” jelas Ganip.
Investasi selanjutnya adalah Kultural yang lebih mengarah kepada bagaimana mengubah paradigma masyarakat dalam penanggulangan bencana yang mulai dari responsif menjadi preventif. Hal itu menurut Ganip dapat dilakukan melalui sosialisasi, edukasi maupun pemanfaatan budaya dan kearifan lokal di tiap-tiap daerah.
"Investasi kultural atau non-struktural ini dapat diupayakan melalui literasi kebencanaan, edukasi, maupun sosialisasi, serta pengembanganya dapat dilakukan dengan memanfaatkan kearifan lokal setempat,” kata Ganip.
Investasi pengurangan risiko bencana berikutnya adalah menyangkut bagaimana kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) ditingkatkan. Ganip menilai, masyarakat harus memiliki kapasitas dalam penanggulangan bencana yang dimulai dari pembangunan karakter manusia yang tangguh bencana.
"Investasi sumber daya manusia ini pada dasarnya untuk membentuk karakter masyarakat yang tangguh bencana,” ujar Ganip.
Dalam pengurangan risiko bencana, investasi Iptek juga menjadi bagian yang tidak kalah penting. Bentuk dari investasi ini adlaah dengan menciptakan teknologi yang dapat digunakan untuk monitoring, analisa dan asesmen dalam pengurangan risiko bencana.
Dengan kata lain, Iptek juga dapat diartikan sebagai kontribusi pemikiran dan teknologi yang tepat oleh para akademisi, pakar maupun peneliti.
Investasi yang terakhir adalah mengenai anggaran keuangan. Hal ini menyangkut tentang investasi yang dikeluarkan untuk pengurangan risiko bencana, sehingga dapat menyelamatkan aset yang bernilai lebih besar, baik anggaran untuk implementasi program maupun melalui asuransi bencana.