Rabu 20 Oct 2021 16:53 WIB

Selamatkan Warga Pesisir Demak, satu Juta Mangrove Ditanam

Dusun Timbulsloko,merupakan salah satu dusun yang tenggelam akibat krisis iklim

Rep: bowo pribadi/ Red: Hiru Muhammad
Laznas BMH ikut terlibat dalam penanaman 1.000 mangrove di Dukuh Timbulsloko, Kabupaten Demak, Ahad (17/10).
Foto: Dok BMH
Laznas BMH ikut terlibat dalam penanaman 1.000 mangrove di Dukuh Timbulsloko, Kabupaten Demak, Ahad (17/10).

REPUBLIKA.CO.ID, DEMAK--Masyarakat Desa Timbulsloko, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak melakukan gerakan penanaman mangrove di wilayah pesisir utara Jawa Tengah. Kegiatan ini diinisiasi sebagai upaya untuk merestorasi lingkungan pantai yang menghadapi krisis iklim cukup parah.

Dampak dari krisis iklim tersebut telah membuat masyarakat pesisir di Kabupaten Demak, sedang menghadapi ancaman serius, mulai dari abrasi hingga genangan rob yang menyebabkan desa- desa di kawasan garis pantai tersebut tenggelam.

Dusun Timbulsloko, Desa Timbulsloko dengan populasi penduduk mencapai 557 jiwa dan terdiri atas 213 kepala keluarga (KK), merupakan salah satu dusun yang tenggelam akibat krisis iklim yang telah berlangsung dalam lima tahun terakhir.

Akibatnya tidak sedikit lahan pertanian, perkebunan, maupun pertambakan milik warga --yang sebelumnya menjadi lahan mata pencaharian utama masyarakatnya-- hilang tenggelam akibat laju abrasi dan intrusi air laut di wilayah desa mereka.

“Kami berupaya merestorasi kawasan pesisir ini, agar memapu mengurangi ancaman yang ditimbulkan bagi warga Timbulsloko,” ungkap Koordinator Forum Masyarakat Dukuh Timbulsloko (FMDT), Ma’ruf dalam rilis yang diterima Republika, Rabu (20/10).  

Problem lingkungan pesisir ini, jelasnya, memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap kehidupan masyarakat pesisir di utara kabupaten Demak tersebut. Tidak sedikit masyarakat petani dan nelayan yang harus beralih profesi menjadi buruh bangunan, karyawan pabrik dan sebagainya.

Perubahan ini –tentu—menimbulkan problem sosial bagi masyarakatnya, karena jelas  mbutuhkan waktu yang tidak singkat. Belum lagi tingkat pendidikan yang sangat berpengaruh terhadap derajat pekerjaan yang didapatkan.

Sikap masyarakat yang tetap bersikeras untuk menetap atau mendiami di wilayah tersebut menjadi salah satu bentuk kritik terhadap pola kebijakan pembangunan yang disebutnya telah salah urus.

Sekaligus juga untuk mengingatkan kepada para pemangku kebijakan, bahwa ada sejarah tanah dan air yang lekat bagi masyarakat desa Timbulsloko yang seharusnya menjadi prioritas dalam menentukan arah pembangunan.

“Sudah seharusnya pemerintah dapat melakukan pembangunan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada di wilayah tersebut, termasuk harapan dan kepentingan masyarakat Timbulsloko ini,” jelasnya.

Ma’ruf juga mengungkapkan, krisis iklim bukan hanya persoalan terhadap meningkatnya air laut setiap tahunnya, namun juga pertanggungjawaban dari para pemangku kebijakan dalam menyikapi tata kelola pesisir dan pulau- pulau kecil yang harus mempertimbangkan relasi manusia dan alam yang holistik.

Berangkat dari permasalahan tersebut –dalam dua tahun terakhir-- masyarakat Desa Timbulsloko terus membangun solidaritas secara swadaya dan gotong royong untuk bisa beradaptasi dan mempertahankan tempat tinggal mereka dengan membangun rumah panggung.

Termasuk jalan, jembatan dari kayu, hagar mampu mendukung dan memudahkan akses aktivitas warga sehari- hari. “Tidak hanya itu, masyarakat juga melakukan peninggian area makam desa dengan bantuan alat berat yang diberikan oleh Dinas PU setempat.

Selain dari upaya pembangunan fasilitas publik desa, upaya lainnya yang juga dilakukan oleh masyarakat bersama dengan FMDT adalah dengan melakukan upaya restorasi pantai melalui gerakan penanaman sejuta mangrove.

Hal ini diamini Koordinator FMDT lainnya, Masnuah. Menurutnya, masyarakat Dukuh Timbulsloko umumnya mengharapkan wilayah dukuhnya masih bisa terselamatkan dan dapat dipertahankan apabila dilakukan perbaikan atau restorasi lingkungan.

Warga sebelumnya juga sudah melakukan pemetaan untuk mengukur kedalaman air rob yang akan ditanami magrove dan mencari titik- titik tertentu yang memungkinkan jalur air laut masuk ke pemukiman.

Selanjutnya, di tempat- tempat tersebut nantinya akan ditanami pohon mangrove. “Hal ini bertujuan agar dapat menahan masuknya air laut dan gelombang air sehingga dapat mencegah abrasi yang akan memperparah keadaan wilayah pesisir,” jelasnya.

Gerakan pembangunan fasilitas publik maupun gerakan penanaman sejuta mangrove ini merupakan gerakan swadaya dari rakyat untuk rakyat.

Sehingga dapat dilihat kemudian solidaritas yang terbangun kuat antar warga dalam membenahi lingkungan dan membangun harapan akan terselamatkannya desa mereka dari krisis iklim yang ada.

Gerakan FMDT ini mendapat dukungan dari berbagai lintas organisasi dan jaringan, Ketua DPRD Demak dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Demak.

Dalam acara penanaman sejuta mangrove, FMDT tidak hanya melakukan gerakan penanaman mangrove, namun juga melakukan tebar bibit kerang, penyerahan bantuan modal usaha budidaya kerang dari Baznas Demak dan pemberian sembako kepada masyarakat Dukuh Timbulsloko.

Meskipun mendapat bantuan, masyarakat Dukuh Timbulsloko mengharapkan pemerintah dapat memberikan solusi terbaik terhadap penyelamatan desa- desa tenggelam yang ada di wilayah mereka.“Yang tidak kalah penting, memikirkan konsep pembangunan yang lebih berkelanjutan dan holistik yang mengedepankan kepentingan lingkungan dan sosial masyarakat setempat,” tegasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement