Rabu 20 Oct 2021 18:43 WIB

Afrika Selatan Belum Izinkan Vaksin Sputnik V, Ini Alasannya

Regulator khawatir dengan keamanan vaksin bagi orang-orang yang berisiko HIV.

Red: Dwi Murdaningsih
Dosis vaksin Sputnik V yang dikembangkan Rusia (ilustrasi).
Foto: EPA
Dosis vaksin Sputnik V yang dikembangkan Rusia (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG -- Regulator obat Afrika Selatan SAHPRA pada Senin (18/10) mengatakan tidak akan mengizinkan penggunaan darurat vaksin COVID-19 Sputnik V buatan Rusia untuk saat ini. Alasannya adakah khawatir dengan keamanan vaksin bagi orang-orang yang berisiko HIV.

Afsel merupakan salah satu negara dengan kasus HIV terbanyak di dunia. Sejumlah studi menunjukkan pemberian vaksin yang menggunakan vektor adenovirus tipe 5 (Ad5) seperti Sputnik V dapat menyebabkan kerentanan HIV yang lebih tinggi pada kaum pria.

Baca Juga

Vaksin vektor Ad5 menggunakan virus yang dimodifikasi sebagai perantara (vektor) untuk membawa informasi genetik yang dapat membantu tubuh membangun imunitas melawan penyakit di masa depan. SAHPRA mengatakan telah meminta data yang memperlihatkan Sputnik V aman pada kondisi prevalensi HIV yang tinggi, namun pihaknya tidak menerima cukup data tentang keamanannya.

"SAHPRA memutuskan bahwa permohonan (penggunaan darurat) untuk Sputnik V untuk saat ini ditolak. SAHPRA khawatir bahwa penggunaan vaksin Sputnik V dalam kondisi prevalensi dan tingkat kejadian HIV yang tinggi berpotensi meningkatkan risiko tertular HIV pada kaum pria yang sudah disuntik vaksin," kata regulator.

Gamaleya Institute, pengembang Sputnik V, mengklaim kekhawatiran soal keamanan vaksin vektor Ad5 pada populasi yang berisiko infeksi HIV sama sekali tidak berdasar. Lebih dari 250 uji klinis dan 75 publikasi internasional memastikan keamanan vaksin dan obat-obatan berdasarkan pada vektor adenovirus manusia.

SAHPRA mengaku telah berkonsultasi dengan pakar ilmiah lokal maupun asing untuk mengambil keputusan mereka. Mereka mengatakan data keamanan yang relevan masih dapat diajukan sebab "tinjauan bergulir" vaksin itu masih akan terbuka.

Afrika Selatan memiliki kontrak bilateral dengan Pfizer dan Johnson & Johnson, dan telah menyuntikkan lebih dari 20 juta dosis vaksin. Sekitar 14 juta orang telah mendapatkan dosis pertama atau setara dengan 35 persen dari populasi orang dewasa di negara tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement