REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) mencatat realisasi lifting migas hingga kuartal III tahun ini mencapai 149,5 kargo. Ini terdiri dari kilang Bontang 60,7 kargo dan dari kilang LNG Tangguh 88,8 kargo.
Arief S Handoko, Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas, mengungkapkan hingga September ini realisasi penyaluran LNG untuk kebutuhan domestik mencapai 43,9 kargo. Sementara untuk ekspor sebesar 105,6 kargo.
“Sebanyak 42,3 kargo atau sekitar 96 persen diperuntukan ke sektor kelistrikan sisanya untuk industri dan pabrik pupuk,” ungkap Arief, dikutip Rabu (20/10).
Menurut Arief, secara global permintaan LNG memang meningkat. Sementara pasokan masih terbatas yang disebabkan oleh produksi yang belum optimal. Karena itu harga LNG juga murangkak naik.
“Memang global demand tinggi jauh lebih tinggi dari yang bisa kita suplai ditambah ada beberapa aktivitas hulu yang memproduksi LNG yang belum selesai sehingga menambah shortage suplai LNG makanya harga bisa sampai 30 dolar AS per MMBTU,” ungkap Arief.
Untungnya Indonesia sempat mendapatkan berkah dari tingginya harga LNG tersebut. Menurut Arief ada sekitar 4,5 kargo LNG uncommitted yang dijual di pasar internasional dengan harga tinggi. Negara kata dia memperoleh pendapatan mencapai 350 juta dolar AS dari penjualan LNG tersebut.
“Ada 4,5 kargo dari Bontang yang dijual termasuk uncommitted dengan harga antara 28-29 dolar AS per MMBTU bagus buat penerimaan migas kita,” ujar Arief.
Sementara hingga akhir tahun ini, SKK Migas memproyeksikan lifting LNG mencapai 211,9 kargo dengan rincian produksi dari kilang Bontang sebesar 93,6 kargo dan Tangguh 118,3 kargo.