Rabu 20 Oct 2021 21:28 WIB

Kapolri: Konsep Presisi Mengharuskan Polri tak Antikritik

Polri gelar lomba mural mengajak masyarakat memberikan kritik terhadap kepolisian.

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Agus raharjo
Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si. bersama Panglima TNI, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, S.I.P meninjau pelaksanaan Vaksinasi dan Bakti Sosial  yang diinisiasi oleh Akabri 1999 Peduli Base Vaksinasi - Baksos - Desa 100 persen Kekebalan Komunal,
Foto: istimewa
Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si. bersama Panglima TNI, Marsekal TNI Hadi Tjahjanto, S.I.P meninjau pelaksanaan Vaksinasi dan Bakti Sosial yang diinisiasi oleh Akabri 1999 Peduli Base Vaksinasi - Baksos - Desa 100 persen Kekebalan Komunal,

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, kembali menegaskan institusi kepolisian tak akan lagi tipis kuping dalam menjawab kritik dari publik. Konsep Presisi (prediktif, responsibilitas, dan transaparansi berkeadilan) yang digaungkan Polri di masa kepemimpinannya saat ini, adalah strategi umum bagi seluruh kepolisian di semua level untuk menjawab segala bentuk kritik publik, dengan mengutamakan cara-cara yang humanis di masyarakat.

“Semangat mengusung konsep Presisi, untuk mewujudkan anggota kepolisian yang tegas, namun tetap mengutamakan pendekatan yang humanis,” ujar Sigit dalam siaran pers yang diterima wartawan, di Jakarta, Rabu (20/10).

Menurut dia, konsep Presisi tersebut, bertujuan untuk mengubah institusi Polri yang lebih baik. “Karena itu, segala bentuk kritik dan masukan yang ada, akan kami (Polri) jadikan bahan evaluasi untuk Polri yang jauh lebih profesional, dan baik lagi,” ujar dia.

Pernyataan Kapolri via rilis tersebut, sebetulnya terkait dengan rencana Mabes Polri untuk membuat perlombaan dan festival mural kritik yang dikhususkan untuk Polri. Festival tersebut, rencananya akan digelar pada 30 Oktober mendatang. Lomba seni graviti itu, dijadikan pintu bagi Jenderal Sigit, untuk menjawab kritik terhadap institusinya yang bertubi-tubi dalam dua pekan terakhir. Sigit menjelaskan, seni mural, adalah reaksi gamblang dari akar rumput dalam menyatakan sesuatu.

Termasuk, kata dia, dalam menyatakan perasaan, penilaian, maupun kritik terhadap Polri. “Lomba mural ini, diselenggarakan dengan tujuan, salah satunya adalah untuk memberikan wadah kebebasan berekspresi bagi seluruh masyarakat. Sehingga masyarakat, dan para peserta lomba mural, nantinya boleh menghasilkan karya-karya seni yang berupa kritikan ke Polri. Baik itu (kritik) positif maupun yang negatif, tidak ada masalah," kata Sigit.

Festival lomba seni mural kritik Polri ini, tampak berlainan dengan aksi kepolisian sebelumnya. Agustus lalu, aksi-aksi protes, maupun kritik via mural dan coret-coretan di dinding, merebak di sejumlah kota-kota besar, dan perkampungan. Protes via lukisan dan narasi di dinding-dinding kota, waktu itu menyasar kebijakan-kebijakan pemerintah Presiden Jokowi. Polri, yang melarang keras aksi-aksi mural tersebut karena dianggap mencemaskan, dan dikatakan penghinaan.

Tak sedikit para pelaku-pelaku seniman dinding, diburu dan ditangkap lantaran aksi muralnya itu. Aksi-aksi reaktif kepolisian itu, sempat memunculkan kampanye dunia maya berupa #MuralkanIndonesia. Belakangan, aksi-aksi reaktif kepolisian terhadap masyarakat kembali terulang.

Itu menyusul tagar di jagat media sosial yang mengkampanyekan hastag #PercumaLaporPolisi. Bahkan, belakangan, kembali muncul kampanye yang menarasikan, untuk mengganti seluruh personel kepolisian, dengan satpam bank swasta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement