Jumat 22 Oct 2021 07:06 WIB

Barbados Pilih Presiden Ganti Kepemimpinan Ratu Elizabeth II

Ini adalah pertama Barbados menggelar pilpres menghapus sistem pemerintahan masa lalu

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Pada file foto Kamis 15 Oktober 2020 ini, Ratu Elizabeth II dari Inggris mengunjungi Defense Science and Technology Laboratory (DSTL) di Porton Down, Inggris, untuk melihat Energetics Enclosure dan tampilan persenjataan dan taktik yang digunakan dalam kontra intelijen.
Foto: AP/Ben Stansall/AFP Pool
Pada file foto Kamis 15 Oktober 2020 ini, Ratu Elizabeth II dari Inggris mengunjungi Defense Science and Technology Laboratory (DSTL) di Porton Down, Inggris, untuk melihat Energetics Enclosure dan tampilan persenjataan dan taktik yang digunakan dalam kontra intelijen.

REPUBLIKA.CO.ID, BRIDGETOWN -- Barbados telah memilih presiden yang pertama untuk menggantikan Ratu Elizabeth II dari Inggris sebagai kepala negara. Langkah ini mencoba menghapus sistem pemerintahan masa lalu kolonial di pulau Karibia itu.

Sandra Mason terpilih dengan dua pertiga suara dari sesi gabungan Dewan Majelis dan Senat negara itu pada Rabu (20/10) malam. Menurut pemerintah, pemilihan ini menjadi tonggak sejarah jalan menuju republik.

Baca Juga

Barbados merupakan sebuah bekas koloni Inggris yang memperoleh kemerdekaan pada 1966 berpenduduk hanya di bawah 300 ribu. Wilayah ini telah lama mempertahankan hubungan dengan monarki Inggris. Hanya saja, seruan untuk kedaulatan penuh dan kepemimpinan dalam negeri telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir.

Mason akan dilantik pada 30 November, peringatan 55 tahun kemerdekaan negara itu dari Inggris. Seorang mantan ahli hukum yang telah menjadi gubernur jenderal pulau itu sejak 2018 dan dia perempuan pertama yang melayani di Pengadilan Banding Barbados.

Perdana Menteri Barbados Mia Mottley menyebut pemilihan presiden sebagai momen penting dalam perjalanan negara itu. "Kami baru saja memilih dari antara kami seorang perempuan yang unik dan penuh semangat Barbados, tidak berpura-pura menjadi apa pun (dan) mencerminkan nilai-nilai siapa kami," kata Mottley setelah pemilihan Mason.

Mottley mengatakan keputusan negara itu untuk menjadi republik bukanlah kutukan atas masa lalu Inggris. "Kami berharap dapat melanjutkan hubungan dengan Kerajaan Inggris," katanya.

Wazim Mowla dari lembaga think-tank Dewan Atlantik mengatakan pemilihan itu dapat menguntungkan Barbados baik di dalam maupun di luar negeri. Langkah itu membuat sebuah negara berkembang kecil ini menjadi pemain yang lebih sah dalam politik global.

Pemilihan presiden juga dinilai bisa berfungsi sebagai langkah pemersatu dan nasionalis yang mungkin bermanfaat bagi kepemimpinan saat ini di dalam negeri. "Pemimpin Karibia lainnya dan warganya kemungkinan akan memuji langkah itu, tetapi saya tidak berharap orang lain mengikutinya. Langkah ini akan selalu dipertimbangkan hanya jika itu demi kepentingan terbaik masing-masing negara," ujar Mowla.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement