REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK — Pengasuh Pondok Pesantren Fashihuddin Depok KH Asnawi Ridwan menyoroti UU Pesantren yang disahkan DPR pada 2019 dan Perpres Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren (Dana Abadi Pesantren) yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 2021.
Menurut Kiai Asnawi, ada sejumlah pihak yang menolak dana abadi dari pemerintah untuk pesantren. Sebagian mengatakan dana tersebut subhat bahkan dapat membahayakan eksistensi pesantren. Kiai Asnawi mengatakan, dana pemerintah berasal dari berbagai sumber di antaranya pendapatan pajak negara yang berpangkal pada tata niaga, seperti perniagaan batu bara, kekayaan alam, dan sebagainya.
Di dalam Islam, lanjut Kiai Asnawi, pajak sebagai salah satu sumber pendapatan negara diperbolehkan dan tidak dianggap sebagai subhat sebagaimana dijelaskan di sejumlah kitab fikih, bahkan disebutkan juga di dalam Alqur`an.
“Jadi, pesan saya, kepada seluruh pesantren se-Indonesia, untuk tidak ragu menerima aliran dana abadi pesantren. Karena dana abadi pesantren itu hukumnya halâlan thayyiban, halal dan baik,” tegas dia dalam seminar nasional bertajuk “Santri Bicara 2 Tahun Pemerintahan Jokowi - K.H. Ma’ruf Amin” yang digelar pada Rabu (20/10) yang dimoderatori oleh Kiyai Saepullah, M.Hum. Acara yang digelar atas kerja sama Pondok Pesantren Fashihuddin Depok, Paguyuban Santri Nusantara (PSN), Aliansi Ibu Nyai Nusantara (AINUN) dan Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (LBM PWNU) DKI Jakarta. Seminar ini diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Santri.
Baca juga : Ikhtiar Pesantren Thursina Lahirkan Generasi Qurani
Dalam seminar ini, Kiai Asnawi pun memberikan catatan khusus terkait penyaluran dana abadi pesantren. Pertama, dana abadi pesantren harus disalurkan kepada pesantren yang benar-benar membutuhkan, bukan kepada pesantren yang sudah berkecukupan. Kedua, tidak disalurkan atas dasar kepentingan politik. Ketiga, dalam penyalurannya harus dibersihkan dari praktik pungli. Keempat, dalam penyalurannya harus dibersihkan dari unsur suap atau risywah. Kelima, tidak disalurkan kepada pesantren yang terindikasi berpaham anti-NKRI.
KH Mukti Ali Qusyairi, M.A. selaku panitia penyelenggara mengatakan, keberadaan Hari Santri yang telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo sejak periode pertama pemerintahannya membuat para santri terpanggil untuk merayakan dan mensyukurinya dengan menyelenggarakan beragam kegiatan. LBM PWNU DKI Jakarta yang bekerjasama dengan sejumlah lembaga di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU), yaitu Pesantren Fasihuddin, PSN, dan AINUN, lebih memilih menyelenggarakan seminar untuk merefleksikan dan mengapresiasi berbagai kebijakan pemerintah yang terkait dengan pesantren, santri, kiyai, dan masalah-masalah lain mengenai dunia kepesantrenan.
“Sebenarnya pelaksanaan seminar nasional ini lebih merupakan panggilan batin kami sebagai santri dalam rangka merayakan dan mensyukuri adanya Hari Santri Nasional 2021. Di bulan ini pesantren-pesantren menyelenggarakan berbagai kegiatan, mulai dari perlombaan dan kegiatan-kegiatan lainnya untuk menyemarakkan perayaan Hari Santri Nasional 2021,” kata Ketua LBM PWNU DKI Jakarta ini.