REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Antara
Sudah hampir setiap hari selama ini sepekan ini kantor-kantor pinjaman online (pinjol) ilegal digerebek kepolisian. Beberapa pinjol ilegal bahkan tega menyebarkan foto asusila sebagai upaya meneror nasabah peminjam dana.
Peneliti ekonomi senior Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy menilai penegakan hukum yang tegas oleh OJK dan Polri telah mempersempit gerak pelaku pinjol online. "Seharusnya pinjaman online ilegal ini geraknya akan lebih sedikit karena pengawasan dilakukan dua otoritas besar yakni Satgas Investasi OJK dan Polri yang baru-baru ini membentuk Satgas Penanganan Pinjol Ilegal,"kata Yusuf, Jumat (22/10).
Yusuf berpendapat kehadiran satgas khusus pemberantasan pinjol ilegal tersebut akan memperkuat koordinasi antara lembaga terkait untuk pengawasan pinjol. Selain juga menunjukkan adanya urgensi untuk memberantas pinjol ilegal yang semakin menjamur di masyarakat.
"Ada juga wacana untuk moratorium ya penanganan penerbitan izin pinjaman online baru misalnya. Nah, ini merupakan pendekatan pendekatan yang perlu diapresiasi yang dalam hal ini memperkecil ruang gerak pinjaman online ilegal," ujar Yusuf.
Kendati pengawasan oleh OJK dan Polri mampu menekan keberadaan pinjol ilegal, Yusuf mengingatkan pemerintah tak lengah. Karena jika pengawasan kembali kendor tidak menutup pinjol ilegal akan kembali muncul di tengah masyarakat.
Lebih lanjut ia menyarankan pemerintah untuk mengatasi akar permasalahan dari maraknya pinjol ilegal yakni literasi keuangan masyarakat. Yusuf menyarankan agar OJK dan pihak terkait kembali mengevaluasi sosialisasi produk-produk keuangan termasuk pinjaman online yang mungkin belum efektif bagi masyarakat.
"OJK perlu melihat kembali tingkat literasi keuangan masyarakat secara luas. Apakah kemudian sudah aware terhadap risiko-risiko yang bisa muncul dari sektor keuangan termasuk di dalamnya online ini apalagi yang ilegal," tutur Yusuf.
Minimnya literasi keuangan diduga menyebabkan banyaknya masyarakat menjadi korban pinjol. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) siap memberikan perlindungan kepada saksi dan korban pinjol ilegal.
"Kami siap memberikan perlindungan mulai dari proses penyidikan sampai peradilan," kata Wakil Ketua LPSK Achmadi saat memberikan keterangan pers bersama Menko Polhukam Mahfud MD secara daring di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat.
LPSK mengaku sudah berkoordinasi dengan Bareskrim Polri serta pihak terkait untuk melindungi para korban. "Ini penting agar pelapor atau pemohon merasa aman tidak takut, dapat menerangkan keterangan yang sebenar-sebenarnya. LPSK siap memberikan perlindungan kepada saksi pelapor maupun korban," katanya.
LPSK juga akan melakukan pendalaman kepada beberapa korban.Menurut dia, pinjol ilegal begitu meresahkan masyarakat. Meski, peminjaman dapat dilakukan secara cepat dan mudah, tapi bunganya sangat tinggi dan menjerat.
Achmadi meminta agar para korban tidak ragu untuk mengajukan permohonan perlindungan kepada pihaknya. Para korban pun bisa datang langsung ke kantor LPSK hingga bisa menghubungi call center 148.
"Teknisnya? Mudah, bisa datang langsung, email, atau bisa juga melalui 148 call center nanti akan di-follow up (ditindaklanjuti) dan untuk itu sekali lagi kami siap memberikan perlindungan kepada saksi dan korban dalam proses peradilan pidana sesuai ketentuan UU," kata Achmadi.
Literasi keuangan sangat penting agar jeratan pinjol tidak melilit masyarakat. Direktur Informasi dan komunikasi Perekonomian dan Maritim Kemenkominfo, Septriana Tangkary, menyebut salah satu upaya mengatasi pinjol ilegal dengan peningkatan literasi keuangan melalui diseminasi informasi positif kepada masyarakat. Ia menyinggung generasi milenial wajib memilih fintech yang aman karena dikhawatirkan menjadi sasaran pinjol ilegal.
"Literasi keuangan ini penting bagi masyarakat agar paham cara mengelola uang dengan memahami perbankan, investasi, manajemen keuangan pribadi. Sehingga masyarakat tidak terjebak pinjol ilegal," kata Septriana dalam keterangan pers yang diterima Republika.
Septriana mengamati total terdapat 106 fintech lending yang terdaftar di OJK hingga 6 Oktober 2021. Masyarakat disarankan hanya menggunakan jasa pinjol resmi yang terdaftar di OJK guna mencegah hal yang tak diinginkan.
"Saya yakin masyarakat pasti tidak asing dengan fintech atau mungkin menggunakan jasa pinjaman online. Nah, perlu diingat bahwa perusahaan fintech juga terus diawasi oleh OJK," ujar Septriana.
Upaya pemberantasan pinjol ilegal gencar dilakukan setelah Presiden Jokowi meminta penindakan tegas terhadap pinjol ilegal dalam acara OJK Virtual Innovation Day 2021, Senin (11/10). Saat itu Jokowi meminta OJK untuk menjaga momentum pertumbuhan industri jasa keuangan digital, dengan menciptakan ekosistem pinjol yang bertanggung jawab serta memiliki mitigasi risiko kuat.
Setelah instruksi tersebut, banyak perusahaan pinjol ilegal yang digerebek polisi. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengatakan debitur atau para pemohon dana yang telah menggunakan pinjol ilegal diimbau untuk tidak membayar meski adanya penagihan. Alasannya pinjol ilegal tidak mengantongi izin operasional dari OJK.
Mahfud mengatakan bila terjadi penagihan secara paksa disertai ancaman atau intimidasi, maka masyarakat diminta untuk melaporkan tindakan tersebut ke kepolisian setempat. Ia juga memastikan bahwa pihak kepolisian akan langsung menindak tegas para pinjol ilegal.
"Kami imbau kepada masyarakat, para korban-korban supaya berani melapor. Polisi akan memberikan perlindungan dan nanti terkait dengan perlindungan yang lebih spesifik bisa dilakukan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban yang semuanya itu disediakan sebagai instrumen undang-undang," ujar Mahfud.