REPUBLIKA.CO.ID, WELLINGTON - Para menteri keuangan dari kelompok perdagangan Asia-Pasifik APEC sepakat untuk meningkatkan upaya memperluas produksi dan meningkatkan pasokan vaksin Covid-19. Mereka juga sepakat serta mendukung distribusi vaksin global.
Selandia Baru selaku tuan rumah APEC tahun ini merilis sebuah pernyataan pada Jumat (22/10). Pernyataan itu berisi kesepakatan para menteri APEC untuk menggunakan semua alat kebijakan yang tersedia demi mengatasi Covid-19. Para menteri mengatakan mereka akan menjaga stabilitas makroekonomi dan keuangan serta menahan diri dari devaluasi nilai tukar yang kompetitif.
"Pandemi telah menyebabkan peningkatan pesat utang publik dan permintaan untuk pengeluaran baru terus tumbuh saat kita pulih. Lebih dari sebelumnya, kita perlu menggunakan sumber daya kita secara efektif," kata Menteri Keuangan dan Wakil Perdana Menteri Selandia Baru Grant Robertson.
Meskipun ada penurunan tajam jumlah infeksi dan meningkatnya vaksinasi di negara-negara APEC yang kaya, ada kekhawatiran bahwa hanya sedikit vaksin yang mencapai negara-negara yang lebih kecil dan lebih miskin di mana virus corona masih merajalela. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah berbicara tentang risiko dan ketidaksetaraan vaksin.
Kelompok ekonomi beranggotakan 21 negara termasuk Amerika Serikat, China, dan Jepang itu juga mengakui perbedaan dalam pemulihan dari pandemi karena kelompok-kelompok seperti perempuan dan masyarakat adat terus terkena dampak secara tidak proporsional.
Menjelang pembicaraan iklim COP26 di Glasgow akhir bulan ini, Robertson meminta para anggota untuk memastikan tersedianya modal yang cukup demi mendorong perubahan menuju masa depan yang lebih rendah karbon, termasuk penggunaan alat pendanaan fiskal, dan menjajaki kemitraan dengan sektor swasta.
"Saat kita bekerja untuk mengakhiri pandemi, kita tidak boleh melupakan tantangan yang lebih luas yang memengaruhi wilayah kita, termasuk perubahan iklim dan ketidaksetaraan," kata dia.
Robertson memimpin pertemuan APEC secara virtual dari Wellington. Pertemuan yang juga dihadiri oleh perwakilan dari Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dan Dana Moneter Internasional (IMF) itu berlangsung tertutup bagi media.