REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) gagal melakukan uji coba senjata hipersonik. Kegagalan ini merupakan kemunduran bagi AS dalam perlombaan senjata dengan China.
Pentagon pada Kamis (21/10) mengatakan roket yang digunakan untuk mempercepat proyektil ke kecepatan hipersonik mengalami kegagalan. Akibatnya uji proyektil dan badan luncur hipersonik tidak dapat dilanjutkan. Karena roket gagal, Pentagon tidak dapat menguji badan luncur hipersonik yang merupakan komponen kunci untuk mengembangkan senjata hipersonik.
Para pejabat mengevaluasi uji coba yang berlangsung di Kompleks Pelabuhan Antariksa Pasifik di Kodiak, Alaska, pada Kamis. Para pejabat mencoba untuk memahami penyebab kegagalan booster atau roket.
"Eksperimen dan pengujian, baik yang berhasil maupun yang tidak berhasil, adalah tulang punggung pengembangan teknologi kritis yang sangat kompleks dengan kecepatan luar biasa, seperti yang dilakukan departemen dengan teknologi hipersonik. Uji coba ini merupakan bagian dari rangkaian uji terbang yang sedang berlangsung seiring kami terus mengembangkan teknologi ini,” kata juru bicara Pentagon Tim Gorman dilansir CNN, Jumat (22/10).
Kegagalan badan luncur hipersonik terjadi setelah Angkatan Laut dan Angkatan Darat melakukan serangkaian uji coba pengukuran hipersonik. Tiga uji coba dirancang untuk mengumpulkan data dan melakukan eksperimen hipersonik dari mitra Kementerian Pertahanan yang terlibat dalam pengembangan senjata canggih.
“Peluncuran ini memungkinkan peluang pengujian penerbangan yang sering dan teratur untuk mendukung pematangan cepat teknologi hipersonik ofensif dan defensif,” kata Angkatan Laut dalam sebuah pernyataan tentang uji coba tersebut.
Uji coba tersebut dilakukan di NASA's Wallops Flight Facility di Eastern Shore of Virginia. Uji coba itu menampilkan data untuk pengembangan senjata hipersonik, termasuk Conventional Prompt Strike Angkatan Laut dan Senjata Hipersonik Jarak Jauh Angkatan Darat.
Pada April, program rudal hipersonik Angkatan Udara mengalami kemunduran ketika gagal diluncurkan dari B-52. Sebaliknya, AGM-183A Air-launched Rapid Response Weapon (ARRW) tetap berada di pesawat.
Pentagon telah menjadikan pengembangan senjata hipersonik sebagai salah satu prioritas utama. Kegagalan tersebut merupakan pukulan upaya AS untuk mengembangkan senjata hipersonik. Kegagalan tersebut bukan pertama kalinya. Pada April, AS juga gagal melakukan uji coba serupa.
Senjata hipersonik memiliki kelebihan sulit dideteksi sehingga menimbulkan tantangan bagi sistem pertahanan rudal. Rudal hipersonik dapat melakukan perjalanan pada lintasan yang jauh lebih rendah daripada rudal balistik lengkung tinggi yang dapat dengan mudah dideteksi. Hipersonik juga dapat bermanuver dan menghindari sistem pertahanan rudal.
Sebelumnya, Financial Times melaporkan China berhasil menguji kendaraan luncur hipersonik yang mampu membawa senjata nuklir. Mereka melaporkan kendaraan luncur berhasil diluncurkan dari sistem pengeboman orbital.
China membantah laporan tersebut. China mengatakan uji coba itu bukan eksperimen pesawat ruang angkasa rutin. Para pejabat pertahanan sangat prihatin dengan China yang mengembangkan kemampuan hipersonik.
Dua pekan lalu, Rusia mengklaim telah berhasil melakukan uji coba rudal hipersonik yang diluncurkan kapal selam untuk pertama kalinya. Senjata hipersonik itu dijuluki Tsirkon. Awal musim panas ini, Rusia mengatakan telah menembakkan rudal yang sama dari kapal perang.