Sabtu 23 Oct 2021 06:30 WIB

Israel Tetapkan Enam Organisasi Palestina Sebagai Teroris

Israel menetapkan enam kelompok masyarakat sipil Palestina sebagai organisasi teroris

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Pemuda Israel membawa bendera di pos terdepan Eviatar dekat kota Nablus di Tepi Barat utara, Senin, 21 Juni 2021. Israel menetapkan enam kelompok masyarakat sipil Palestina sebagai organisasi teroris.
Foto: AP/Sebastian Scheiner
Pemuda Israel membawa bendera di pos terdepan Eviatar dekat kota Nablus di Tepi Barat utara, Senin, 21 Juni 2021. Israel menetapkan enam kelompok masyarakat sipil Palestina sebagai organisasi teroris.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Israel menetapkan enam kelompok masyarakat sipil Palestina sebagai organisasi teroris pada Jumat (22/10). Tel Aviv menuduh mereka menyalurkan bantuan donor kepada militan dan pernyataan tersebut menuai kritik dari PBB dan pengawas hak asasi manusia (HAM).

"Organisasi-organisasi itu menampilkan diri mereka bertindak untuk tujuan kemanusiaan. Namun, mereka berfungsi sebagai kedok untuk promosi dan pembiayaan 'Front Populer'," ujar Kementerian Pertahan Israel.

Baca Juga

Kementerian Pertahanan Israel mengatakan kelompok itu memiliki hubungan dengan Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PLFP), sebuah faksi sayap kiri dengan sayap bersenjata yang telah melakukan serangan mematikan terhadap Israel. Kelompok-kelompok itu termasuk organisasi HAM Palestina Addameer dan Al-Haq yang mendokumentasikan dugaan pelanggaran hak oleh Israel dan Otoritas Palestina (PA) yang didukung Barat di Tepi Barat yang diduduki.

"Organisasi yang dinyatakan menerima sejumlah besar uang dari negara-negara Eropa dan organisasi internasional, menggunakan berbagai pemalsuan dan penipuan,” kata Kementerian Pertahanan Israel menuduh bahwa uang itu telah mendukung kegiatan PFLP.

Pengawas Human Rights Watch dan Amnesty International dalam sebuah pernyataan bersama menyatakan penunjukan itu memberi wewenang kepada otoritas Israel untuk menutup kantor kelompok itu, menyita aset, dan menangkap staf di Tepi Barat. Mereka mengatakan keputusan itu merupakan eskalasi yang mengkhawatirkan yang mengancam akan menutup pekerjaan organisasi masyarakat sipil paling terkemuka di Palestina.

Sedangkan Addameer dan kelompok lainnya, Defense for Children International-Palestine, menolak tuduhan itu sebagai upaya untuk melenyapkan masyarakat sipil Palestina.

Kantor HAM PBB di wilayah Palestina mengatakan pihaknya khawatir dengan pengumuman tersebut. "Undang-undang kontra-terorisme tidak boleh digunakan untuk membatasi HAM dan pekerjaan kemanusiaan yang sah," katanya.

PBB menegaskan beberapa alasan yang diberikan tampak kabur atau tidak relevan. "Penunjukan ini adalah perkembangan terbaru dalam kampanye stigmatisasi yang panjang terhadap organisasi ini dan organisasi lainnya, merusak kemampuan mereka untuk melaksanakan pekerjaan penting mereka," katanya.

Sekutu Israel, Amerika Serikat (AS), pun tidak diberi peringatan sebelumnya tentang langkah itu. Juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price mengatakan akan melibatkan Israel untuk informasi lebih lanjut tentang dasar penunjukan itu.

"Kami percaya penghormatan terhadap hak asasi manusia, kebebasan fundamental, dan masyarakat sipil yang kuat sangat penting bagi pemerintahan yang bertanggung jawab dan responsif," kata Price.

Pejabat PFLP Kayed Al-Ghoul, yang masuk dalam daftar hitam terorisme Amerika Serikat dan Uni Eropa, tidak langsung menolak hubungan dengan enam kelompok itu. Hanya saja mengatakan mereka mempertahankan hubungan dengan organisasi masyarakat sipil di seluruh Tepi Barat dan Gaza.

"Ini adalah bagian dari pertempuran kasar yang Israel luncurkan melawan rakyat Palestina dan kelompok masyarakat sipil, untuk melelahkan mereka," kata pejabat PFLP Kayed Al-Ghoul.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement