REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani, menyoroti kebijakan mewajibkan PCR sebagai syarat perjalanan udara. Netty mengingatkan agar kebijakan tersebut jangan sampai diskriminatif.
"Mengapa hanya transportasi udara sementara transportasi lainnya juga menimbulkan kerumunan. Perlu konsistensi antara prasyarat angkutan darat, laut, dan udara, terkait screening method karena esensinya sama dan seharusnya tidak berbeda alat," kata Netty dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (23/10).
Netty mengatakan, bila transportasi udara dianggap memiliki risiko lebih, harus ada afirmasi harga tes PCR yang terjangkau oleh semua kalangan. Prinsipnya jangan sampai membebani masyarakat, karena saat ini tes PCR masih tinggi.
Politikus PKS ini menambahkan, wajar jika kebijakan ini menimbulkan polemik pro dan kontra. Menurutnya, kebijakan ini akan diterima oleh masyarakat jika pemerintah memiliki solusi terkait pembiayaannya.
"Apakah pemerintah dapat memberikan subsidi biaya tes PCR agar terjangkau. Jika pemerintah dapat menekan harga tes hingga diangka Rp 150 ribu, tentu akan sangat membantu masyarakat," ungkapnya.
Selain itu, Netty beranggapan kewajiban PCR untuk pesawat juga memantik masalah karena setiap daerah memiliki kapasitas beragam terkait ketersediaan lab dan aksesibilitas publik untuk PCR.
"Seharusnya waktu berlakunya juga diperpanjang, bukan hanya dua hari. Apalagi masih banyak lab di daerah yang infrastrukturnya belum lengkap sehingga tidak mampu mengeluarkan hasil tes PCR dalam kurun waktu 1×24 jam. Hal ini akan menjadi masalah tersendiri jika tidak ada solusi dari pemerintah," tuturnya.
Terakhir, Netty meminta pemerintah agar jangan longgar dalam menegakkan disiplin prokes di manapun. "Masyarakat harus terus diingatkan agar memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak. Ini yang secara ilmiah sudah terbukti mencegah penularan," ujar dia.