REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah menetapkan penggunaan tes PCR sebagai syarat wajib bagi pelaku perjalanan menggunakan moda transportasi pesawat. Kebijakan ini menimbulkan kontroversi di masyarakat dan berbagai kalangan pun mendesak pemerintah agar mencabut aturan tersebut.
Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, menegaskan penerapan aturan ini sebagai bentuk komitmen pemerintah untuk melindungi masyarakat dari penularan Covid-19. Sebab, jelasnya, kapasitas penumpang di dalam pesawat pun kini sudah dinaikkan dari 70 persen menjadi 100 persen.
"Pemerintah berkomitmen melindungi masyarakat agar tidak tertular dan tidak menulari pelaku perjalanan moda udara yang kapasitasnya dinaikkan dari 70 persen menjadi 100 persen," ujar Wiku saat dikonfirmasi, Ahad (24/10).
Seperti diketahui, dalam aturan terbaru ini, syarat perjalanan dengan menggunakan pesawat terbilang lebih ketat daripada moda transportasi lainnya karena mewajibkan hasil negatif tes PCR. Sedangkan untuk moda transportasi lainnya bisa menggunakan tes swab antigen.
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara pun menilai kebijakan ini tak efisien. Menurutnya, syarat tes PCR memberatkan masyarakat karena tak semua daerah dengan rute penerbangan pesawat memiliki laboratorium yang memberikan layanan cepat untuk mengeluarkan hasil tes. Selain itu, biaya tes PCR pun juga masih tinggi bagi masyarakat. Karena itu, ia meminta agar kebijakan itu dibatalkan serta harga tes PCR diturunkan.
"Kebijakan PCR 2x24 jam ini harus dibatalkan. Diganti dengan kebijakan lain tanpa harus meninggalkan kewaspadaan akan potensi naiknya penyebaran Covid-19," Katanya.
Kebijakan ini secara tegas juga ditolak oleh Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Nihayatul Wafiroh. Menurut dia, kebijakan tersebut memberatkan masyarakat, baik dari sisi biaya, tenaga, maupun waktu, karena tidak semua daerah memiliki alat pemeriksaan dengan metode PCR. Selain itu, dia menilai kebijakan tersebut akan berimbas pada menurunnya minat masyarakat dan akan berdampak sistemik bagi tumbuh kembang perekonomian.
Pakar Epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Syahrizal Syarif juga menyarankan agar pemerintah menarik keputusan wajib tes PCR bagi pengguna transportasi udara. Menurutnya, tes antigen saja sudah cukup memadai saat ini. Syahrizal menilai tes PCR bagi penumpang pesawat hanya pemborosan uang saja, karena masih ada tes antigen yang dapat digunakan.