REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, meluruskan pemberitaan terkait Attaturk dan nama jalan.
Mahfud menyampaikan hal itu dalam siaran persnya, di Jakarta, Senin (25/10), terkait dengan kesalahan berita yang ditulis oleh sebuah media online. Dalam berita tersebut dituliskan judul "Tak Sudi Nama Jalan di Jakarta Gunakan Nama Attaturk, Mahfud Md: Dia itu penjahat!".
Dari konten berita tersebut, Mahfud menyatakan bahwa hal itu tidak pernah dia katakan, sekaligus menyebut berita tersebut hoaks. "Berita Reqnews bohong," ucap Mahfud menegaskan.
Dia meluruskan informasi yang dibuat media tersebut. Di mana Mahfud mengatakan bahwa konten asli tentang perspektif tersebut adalah, orang-orang yang menolak penggunaan jalan dengan nama tokoh Turki tersebut menyebut, bahwa Mustafa Kamal Attaturk adalah orang jahat.
"Kata saya, yang tak setuju Attaturk dijadikan nama jalan di sini bilang 'Attaturk jahat kepada Islam, tapi dia dikagumi Bung Karno (BK)', sehingga pada 1938 Bung Karno usul Indonesia jadi negara sekuler seperti Turki," tutur Mahfud menjelaskan.
Kemudian, Menteri Pertahanan era Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu menceritakan tentang polemik antara Bung Karno dan Muhammad Natsir.
"Ceritanya pada 1938 Bung Karno tiba-tiba menulis bahwa kalau Indonesia merdeka kelak perlu meniru Turki yang dibangun Kemal Attaturk, yakni, memisahkan agama dan negara. Sebab kalau agama dan negara disatukan keduanya akan mundur. Pendapat Bung Karno tersebut ditentang Natsir," paparnya.
Kedua tokoh Indonesia itu sebelumnya memiliki pemikiran yang berbeda tentang sistem dan bentuk negara yang akan dijalankan. Di mana Bung Karno menganggap negara sekuler ala Mustafa Kamal Attaturk lebih baik, sementara Muhammad Natsir menganggap negara Islam jauh lebih baik.
Namun pada akhirnya, keduanya dan seluruh elemen perancang Undang-Undang dan pendiri negara sepakat, bahwa Indonesia menjalankan negara Pancasila.
"Perdebatan tentang konsep negara Islam dan negara sekuler antara Bung Karno dan Natsir Cs, itu bermuara di BPUPK dan PPK (perancang UUD dan pendiri negara) pada 1945. Hasilnya adalah mendirikan Negara Pancasila yakni negara yang bukan negara sekuler tapi juga bukan negara agama," paparnya.
Mahfud MD menegaskan, bahwa statemen-nya terkait dengan kisah perspektif Bung Karno saat perumusan dasar negara tersebut tak ada kaitannya dengan perspektifnya soal pro dan kontra Jalan Mustafa Kamal Attaturk di Jakarta.
"Bagi saya penentuan Jalan Ataturk itu tak ada hubungannya dengan urusan Bung Karno itu sebanding atau tak sebanding dengan Kemal Ataturk," ujarnya.
Dia hanya berada pada posisi menjelaskan fakta sejarah tentang perdebatan pemikiran para pemimpin negara saja.
"Saya hanya menunjukkan fakta bahwa secara terang-terangan Bung Karno pada 1938 menyatakan kagum kepada Kemal Ataturk dan menginginkan Indonesia yang sedang berjuang untuk merdeka saat itu adalah negara sekuler seperti yang dibangun Ataturk di Turki," tuturnya.
Akan tetapi konsep pemerintahan ala Mustafa Kamal Ataturk ketika didebat dan didiskusikan dengan tokoh-tokoh Islam yang mengusulkan konsep negara agama (Islam), akhirnya diterima konsep jalan tengah yakni Negara Pancasila. "Negara Pancasila itu bukan negara sekuler dan bukan negara agama, tetapi sebuah 'religious nation state'," kata Mahfud.