REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Bupati Bandung Barat nonaktif Aa Umbara tujuh tahun penjara terkait kasus korupsi pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19. Aa dinilai telah melanggar dakwaan kesatu dan kedua yakni Pasal 12 huruf I dan Pasal 12 huruf B Undang-Undang Nomor 31 tentang Tindak Pidana Korupsi.
"Supaya majelis hakim menyatakan terdakwa bersalah dan menjatuhkan pidana selama tujuh tahun penjara dengan denda sebesar Rp300 juta, subsider enam bulan kurungan," kata Jaksa KPK Budi Nugraha di Pengadilan Negeri Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (25/10).
Hal yang memberatkan bagi Aa, yakni dirinya tidak mendukung program pemerintah dalam upaya memberantas korupsi. Sedangkan hal yang meringankan adalah Aa belum pernah dihukum.
Selain hukuman itu, Jaksa juga menuntut agar majelis hakim menghukum Aa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 2,3 miliar. Uang itu dihitung berdasarkan korupsi dan gratifikasi yang diduga diterima Aa.
Jaksa meminta Aa untuk membayar uang pengganti itu satu bulan setelah putusan hakim nantinya. Apabila tidak sanggup membayar, maka harta benda Aa akan disita untuk dilelang hingga memenuhi nilai uang pengganti itu.
"Jika tidak memenuhi nilai uang pengganti itu, maka akan diganti dengan hukuman penjara selama satu tahun," kata jaksa.
Jaksa juga menuntut Aa dengan hukuman pencabutan hak politik untuk dipilih dalam jabatan publik. Sehingga, Aa tidak bisa mencalonkan diri sebagai bupati atau serupa dalam waktu lima tahun usai Aa menjalani hukuman penjara.
Dalam perkara tersebut, Jaksa mendakwa Aa Umbara terlibat korupsi dengan mengatur pengadaan barang tanggap darurat bencana pandemi Covid-19 pada Dinas Sosial Kabupaten Bandung tahun 2020. Kemudian, Aa juga didakwa telah menerima Rp2,4 miliar dari sejumlah pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat untuk kepentingan mutasi jabatan atau mempertahankan jabatan yang dipandang sebagai praktik gratifikasi.