REPUBLIKA.CO.ID, HELSINKI – Perdana Menteri Finlandia Sanna Marin menyesalkan keputusan Turki mengusir 10 duta besar negara Barat. Menurutnya, itu merupakan reaksi keras dari Presiden Recep Tayyip Erdogan.
“Ini adalah situasi yang sangat disesalkan. Kami menganggap penting bahwa keputusan Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) Eropa dihormati dan dipatuhi dan karena itu menyerukan pembebasan aktivis HAM ini,” kata Marin pada Ahad (24/10) dikutip laman Euronews.
Dia mengungkapkan saat ini negaranya terlibat dalam dialog dengan pejabat-pejabat Turki. Finlandia sedang menunggu informasi lebih lanjut dari Ankara sebelum menarik kesimpulan.
Sebelumnya, sepuluh negara Barat yakni Prancis, Jerman, Belanda, Kanada, Denmark, Swedia, Finlandia, Norwegia, Selandia Baru, dan Amerika Serikat (AS) menyerukan Turki membebaskan pengusaha sekaligus aktivis Osman Kavala. Dia dipenjara pada 2017 meskipun tak dihukum karena kejahatan.
Kavala dibebaskan tahun lalu dari tuduhan terkait dengan protes anti-pemerintah pada 2013. Namun putusan itu dibatalkan. Dia kemudian dikaitkan terlibat dengan upaya kudeta di Turki yang terjadi pada 2016. Erdogan mengkritik keras seruan pembebasan Kavala yang disuarakan 10 negara Barat.
Erdogan kemudian memerintahkan Kementerian Luar Negeri Turki untuk menyatakan 10 duta besar dari negara terkait dinyatakan sebagai persona non-grata. “Saya memberikan instruksi kepada menteri luar negeri dan berkata, ‘Anda akan segera menangani deklarasi persona non-grata dari 10 duta besar ini,” katanya.
Menurut Erdogan, dengan langkah semacam itu 10 duta besar terkait akan mengenali dan memahami Turki. “Pada hari mereka tidak tahu atau mengerti Turki, mereka akan pergi,” ujarnya.