REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Kematian Qasim dan Ibrahim membuat Nabi Muhammad dan istrinya Khadijah terpukul. Mereka berdua seakan putus asa menjalani hidup karena ditinggal dua anak laki-lakinya itu. Ketika itu di masyarakat Arab memiliki anak laki-laki merupakan suatu hal bergengsi dalam kehidupan.
"Sudah tentu malapetaka yang menimpa Muhammad dengan kematian kedua anaknya berpengaruh juga dalam kehidupan dan pemikirannya," tulis Husen Haekal dalam bukunya Sejarah Muhammad.
Saat kematian Qasim dan Ibrahim seakan menjadi tahun kesedihan, sehingga membuat pikiran dan perhatiannya tertuju pada kemalangan yang terus menerus menimpanya. Khadijah yang jahil ketika itu datang rumah berhala dengan membawakan sesajen.
"Sesajen itu dibawa buat berhala-berhala dalam Ka’bah, menyembelih hewan buat Hubal, Lat, ‘Uzza dan Manat, ketiga yang terakhir," katanya.
Khadijah sengaja datang itu agar kesedihan ditinggal dua putranya tercinta itu bisa sirna. Namun apa daya berhala tidak bisa berbuat apa-apa dan kesedihan tidak sirna setelah berhala patung buatan tangan manusia itu diberikan sesajen
"Ia ingn menebus bencana kesedihan yang menimpanya. Akan tetapi, semua kurban-kurban dan penyembelihan itu tidak berguna sama sekali," katanya.
Husen Haekal menegaskan, selain sayang dan perhatian kepada Qasim dan Ibrahim, terhadap anak-anaknya yang perempuan juga Muhammad memberikan perhatian. Perhatian Nabi kepada anak-anak perempuannya itu dengan menikahkan mereka kepada yang dianggapnya memenuhi syarat (kufu’).
"Zainab yang sulung dikawinkan dengan Abu’l-‘Ash bin’r-Rabi’ b.’Abd Syams," katanya.
Ibunya Abul ini masih bersaudara dengan Khadijah seorang pemuda yang dihargai masyarakat karena kejujuran dan suksesnya dalam dunia perdagangan. Perkawinan ini serasi juga, sekalipun kemudian sesudah datangnya Islam.
"Ketika Zainab akan hijrah dan Makkah ke Madinah, mereka berpisah," katanya.
Ruqayya dan Umm Kulthum dikawinkan dengan ‘Utba dan ‘Utaiba anak-anak Abu Lahab, pamannya Nabi Muhammad. Kedua isteri ini sesudah Islam terpisah dari suami mereka, karena Abu Lahab menyuruh kedua anaknya itu menceraikan isteri mereka, yang kemudian berturut-turut menjadi isteri Usman.
"Ketika itu Fatimah masih kecil dan perkawinannya dengan Ali baru sesudah datangnya Islam," katanya.