Rabu 27 Oct 2021 01:17 WIB

Masa Depan Pengacara Perempuan Afghanistan tidak Pasti

Masa depan pengacara perempuan afghanistan tidak pasti.

Rep: Lintar Satria/ Red: Muhammad Hafil
Masa Depan Pengacara Perempuan Afghanistan Tidak Pasti. Foto:   Mahasiswa Afghanistan terlihat di Universitas Mirwais Neeka di Kandahar, Afghanistan, 20 September 2021. Taliban secara resmi mengumumkan pada 12 September pemisahan mahasiswa pria dan wanita di semua universitas negeri dan swasta di negara itu. Institusi pendidikan diharuskan memiliki gedung terpisah untuk siswa laki-laki dan perempuan, jika tidak ada, mereka akan menghadiri kelas di gedung yang sama tetapi pada waktu yang berbeda.
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Masa Depan Pengacara Perempuan Afghanistan Tidak Pasti. Foto: Mahasiswa Afghanistan terlihat di Universitas Mirwais Neeka di Kandahar, Afghanistan, 20 September 2021. Taliban secara resmi mengumumkan pada 12 September pemisahan mahasiswa pria dan wanita di semua universitas negeri dan swasta di negara itu. Institusi pendidikan diharuskan memiliki gedung terpisah untuk siswa laki-laki dan perempuan, jika tidak ada, mereka akan menghadiri kelas di gedung yang sama tetapi pada waktu yang berbeda.

REPUBLIKA.CO.ID,ATHENA--Ketika Taliban merebut Afghanistan, pengacara Bibi Chaman Hafizi mendengar anggota milisi bersenjata itu menggedor pintu ke pintu, memburu orang-orang yang bekerja pada pemerintah. Ia pun membakar semua dokumen di rumahnya dan bersembunyi sebelum berhasil keluar dari negara itu.

Seperti puluhan perempuan Afghanistan yang bekerja di bidang hukum lainnya. Hafizi yang menangani Pusat Pidana Kontra Narkoba dikejar laki-laki yang mereka penjarakan yang kini dibebaskan Taliban.

Baca Juga

"Ketika Taliban datang kami merasa ketakutan, bila kami jatuh ke tangan Taliban mereka akan membunuh kami," katanya di apartemen di Athena, Yunani, Selasa (26/10).

Hafizi berada dalam pelarian selama tujuh pekan bersama suaminya yang berprofesi sebagai jurnalis dan dua anak mereka. Keluarga itu berpindah-pindah empat kota sebelum akhirnya dievakuasi ke Yunani bersama 25 orang hakim dan pengacara perempuan Afghanistan dan keluarga mereka.

Kini para perempuan itu dalam ketidakpastian, tanpa pekerjaan dan hanya memiliki sedikit barang. Mereka menghadapi birokrasi selama berbulan-bulan sebelum akhirnya tiba di tujuan terakhir di negara lain di Eropa.

"Para perempuan yang bekerja menuntut keadilan kini terjebak di rumah mereka," kata Hafizi.

Perempuan Afghanistan mencapai kemajuan yang mengesankan selama dua dekade terakhir. Setelah kekuasaan Taliban dari tahun 1996 hingga 2001 berakhir di mana semua jabatan mulai dari peradilan, media dan politik yang dikuasai laki-laki.

Setelah kembali berkuasa bulan Agustus lalu Taliban berjanji melindungi hak-hak perempuan sesuai dengan hukum Islam. Mereka juga mengumumkan akan memberikan 'pengampunan' umum bagi semua mantan pegawai pemerintah.

Namun aktivis perempuan khawatir Taliban tidak mengizinkan perempuan sekolah dan bekerja.

"Saya akan meminta masyarakat internasional tidak mengakui Taliban, apa yang mereka katakan berbeda dengan apa yang mereka lakukan," kata Hafizi.

Anggota kantor politik Taliban di Doha, Qatar, Suhail Shaheen membantah tuduhan hakim dan pengacara perempuan yang kini di luar negeri.

"Mereka mencoba menetap di negara-negara Barat, menggunakan alasan ini, kami telah mengumumkan pengampunan umum dan kami berkomitmen pada itu," kata Shaheen.

Tercatat ada sekitar 500 pengacara perempuan dan 250 hakim perempuan di Afghanistan. Mereka melakukan pekerjaan berbahaya sebelum Taliban merebut kekuasaan.

Selama berbulan-bulan karena takut takut kehilangan nyawanya setiap hari Hafizi mengambil jalan yang berbeda-beda menuju tempat kerja. Setelah dua hakim Mahkamah Agung ditembak mati dua orang pria tak dikenal pada bulan Januari lalu.

Salah satu hakim perempuan Afghanistan Friba Quraishi mengatakan Taliban mengancam para hakim perempuan dengan mengatakan 'kami akan menyerah rumahmu' atau 'kami akan masuk ke ruang pengadilan'. Quraishi sudah memimpin banyak persidangan.

Termasuk kasus penyerangan kantor konsulat Jerman di Mazar-i-Sharif pada tahun 2016 lalu dan pembunuhan fisioterapis Spanyol yang bekerja untuk Palang Merah tahun 2017 lalu. Saat Taliban merebut kotanya Quraishi keluar dari kantor pengadilan tempatnya bekerja karena takut dikejar Taliban.

"Para penjahat yang ditangkap, yang saya vonis, mereka mengenal saya dan saya berada dalam ancaman," katanya.

Saat bersembunyi Quraishi mengatakan ia menerima telepon dari Taliban dengan empat nomor yang berbeda. "Mereka menemukan nomor saya dan mereka mulai mengancam saya," katanya.

Quraishi terpaksa meninggalkan Afghanistan ketika ia sadar ia tidak dapat keluar rumah dan anak-anaknya tidak dapat pergi ke sekolah. "Saya tidak bisa melihat masa depan saya atau anak-anak saya, tidak ada harapan," katanya.

Quraishi yang kini berada di Athena berharap bersatu lagi dengan keluarganya di Belanda. Ia juga berharap dapat bekerja lagi.

Yunani mengatakan 367 warga Afghanistan yang sebagian besar bekerja di bidang hukum tiba Ahad (24/10) lalu. Mereka  sudah diberikan tempat tinggal sementara. Dengan semakin dalamnya krisis ekonomi Afghanistan hanya sedikit yang dapat membayangkan untuk pulang kembali.

"Akan jauh lebih buruk dari ini, di negara di mana tidak ada pekerjaan dan orang-orang berusaha melarikan diri, tidak ada harapan," kata Hafizi. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement