REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indikator Politik Indonesia dan Yayasan Indonesia Cerah menemukan gen z dan milenial di Indonesia menaruh perhatian serius pada perubahan iklim. Mereka menilai fenomena perubahan iklim makin mengkhawatirkan serta partai politik (parpol) belum memberi perhatian serius dan menjadikan krisis iklim sebagai prioritas dalam agenda politik.
Survei tersebut memiliki responden anak muda yang berusia 17 hingga 35 tahun. “Gen z dan milenial merupakan proporsi terbesar dari populasi Indonesia. Sangat penting merekam pendapat dan memetakan isu perubahan iklim dan politik anak muda. Jika politisi dapat menyerap aspirasi anak muda maka demokrasi Indonesia akan membaik,” kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dalam keterangan rilis, Rabu (27/10).
Direktur Eksekutif Cerah Adhityani Putri berharap hasil survei dapat membuka mata para politisi untuk menjadikan krisis masuk dalam agenda politik utama di Indonesia. Dari hasil survei, 82 persen responden anak muda di Indonesia mengetahui isu perubahan iklim.
Sebanyak 85 persen responden mengatakan korupsi merupakan isu pertama yang paling mereka khawatirkan diikuti dengan isu kerusakan lingkungan pada 82 persen responden.
Mereka menggambarkan perubahan iklim menjadi masalah serius. Sebanyak 63 persen responden setuju cuaca lebih panas pada musim kemarau yang diikuti dengan perubahan cuaca mendadak 60 persen, dan 35 persen hujan dan banjir yang lebih sering terjadi.
Hasil survei mengungkapkan beberapa faktor yang menjadi perubahan iklim di Indonesia. Yakni, penggundulan hutan, sumber emisi gas rumah kaca, dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara, dan pertambangan.
Karena itu, mayoritas responden mengatakan semua pihak harus berkontribusi dalam mengurangi dampak perubahan iklim. Apalagi, pemerintah dinilai belum menanggapi serius soal ini, responden rela membayar biaya tambahan per bulan untuk mengatasi krisis iklim. Sebanyak 43 persen anak muda rela merogoh kocek maksimal Rp 30 ribu per bulan untuk mitigasi perubahan iklim.
Jumlah tersebut setara dengan nilai pajak karbon bagi satu ton karbon apabila melihat dari Undang-Undang (UU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang baru disahkan oleh DPR. Sementara itu, 78 persen responden menyatakan mereka berpartisipasi pada Pemilu 2019 dan 84 persen menyatakan akan ikut dalam Pemilu 2024.
Wali Kota Bogor dan politikus PAN Bima Arya Sugiarto mengatakan, survei ini adalah survei bersejarah di Indonesia. Sebab, isu lingkungan, sustainable development, dan climate change belum menjadi isu populis untuk para politisi saat Pemilu dan Pilkada.
“Kemungkinannya dua, yaitu politisi tidak paham isu atau tidak paham cara menjangkau pemilih pemula dan anak muda. Jadi, lebih banyak menjadikannya sebagai gimmick. Padahal anak muda suka yang substansial dan isu perubahan iklim seksi di mata anak muda,” kata Bima.
Anggota DPR Komisi X dan Politisi PDI Perjuangan Putra Nababan mengatakan survei ini sesuai dengan ekspektasinya yang menyatakan Gen Z dan Milenial mengerti isu ini. “Kesadaran itu belum merata baik di DPR, pemerintahan, parpol, media, dan masyarakat. Ini panggilan kita sebagai anak bangsa untuk bergerak,” ujar dia.