REPUBLIKA.CO.ID, — Nikah mutah atau yang dikenal dengan kawin kontrak di masyarakat Indonesia ternyata adalah praktik yang dilarang Islam.
Praktik ini memang pernah diperbolehkan tetapi lalu kemudian dilarang untuk selama-lamanya. Ketika masa pembebasan kota Makkah, Nabi Muhammad SAW pernah mengizinkan pria yang berperang bersamanya untuk melakukan nikah mutah. Tidak lain karena mereka sedang jauh dari istri dan Nabi melarang mereka untuk mengebiri diri sendiri untik menahan hawa nafsu.
Namun setelah perang usai, Nabi pun mengharamkan hal tersebut, kisah ini telah diriwayatkan dalam riwayat Muslim:
حَدَّثَنَا عُمَارَةُ بْنُ غَزِيَّةَ عَنْ الرَّبِيعِ بْنِ سَبْرَةَ أَنَّ أَبَاهُ غَزَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَتْحَ مَكَّةَ قَالَ فَأَقَمْنَا بِهَا خَمْسَ عَشْرَةَ ثَلَاثِينَ بَيْنَ لَيْلَةٍ وَيَوْمٍ فَأَذِنَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي مُتْعَةِ النِّسَاءِ فَخَرَجْتُ أَنَا وَرَجُلٌ مِنْ قَوْمِي وَلِي عَلَيْهِ فَضْلٌ فِي الْجَمَالِ وَهُوَ قَرِيبٌ مِنْ الدَّمَامَةِ مَعَ كُلِّ وَاحِدٍ مِنَّا بُرْدٌ فَبُرْدِي خَلَقٌ وَأَمَّا بُرْدُ ابْنِ عَمِّي فَبُرْدٌ جَدِيدٌ غَضٌّ حَتَّى إِذَا كُنَّا بِأَسْفَلِ مَكَّةَ أَوْ بِأَعْلَاهَا فَتَلَقَّتْنَا فَتَاةٌ مِثْلُ الْبَكْرَةِ الْعَنَطْنَطَةِ فَقُلْنَا هَلْ لَكِ أَنْ يَسْتَمْتِعَ مِنْكِ أَحَدُنَا قَالَتْ وَمَاذَا تَبْذُلَانِ فَنَشَرَ كُلُّ وَاحِدٍ مِنَّا بُرْدَهُ فَجَعَلَتْ تَنْظُرُ إِلَى الرَّجُلَيْنِ وَيَرَاهَا صَاحِبِي تَنْظُرُ إِلَى عِطْفِهَا فَقَالَ إِنَّ بُرْدَ هَذَا خَلَقٌ وَبُرْدِي جَدِيدٌ غَضٌّ فَتَقُولُ بُرْدُ هَذَا لَا بَأْسَ بِهِ ثَلَاثَ مِرَارٍ أَوْ مَرَّتَيْنِ ثُمَّ اسْتَمْتَعْتُ مِنْهَا فَلَمْ أَخْرُجْ حَتَّى حَرَّمَهَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Telah menceritakan kepada kami Umarah bin Ghaziyyah dari Ar Rabi' bin Sabrah bahwa ayahnya pernah ikut perang fathu Makkah bersama Rasulullah SAW, dia berkata, “Kami tinggal di Makkah selama lima belas hari dan malam, lantas Rasulullah SAW memberikan izin kepada kami melakukan nikah mutah. Lalu saya bersama seorang dari kaumku pergi mencari seorang wanita untuk kami nikahi secara mutah, saya lebih tampan dari saudaraku yang memang dia agak jelek daripadaku.
Masing-masing dari kami membawa kain baju (untuk mas kawin); tetapi baju telah usang, sedangkan baju sepupuku masih baru dan halus. Sesampainya kami di bawah kota Makkah atau di atasnya, kami bertemu seorang wanita muda yang cantik dan berleher panjang.
Lantas kami bertanya kepadanya, "Maukah kamu menerima salah satu dari kami untuk kawin mutah denganmu?" Dia menjawab, "Apa ganti (maskawin) yang akan kalian berikan?" Lalu masing-masing dari kami memperlihatkan baju yang telah kami siapkan sebelumnya, sementara itu, wanita tersebut sedang memperhatikan kami berdua, saudara sepupuku melihat kepadanya sambil berkata, "Sesungguhnya baju yang ini sudah usang, sedangkan bajuku masih bagus dan halus."
Wanita tersebut berkata, "Baju usang ini juga tak masalah." Dia mengatakannya sampai tiga kali atau dua kali. Kemudian saya nikah mutah dengannya. Saya tidak keluar dari (Makkah) sehingga Rasulullah SAW mengharamkannya (untuk selamanya)."