REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis, menjelaskan MUI masih membahas terkait hukum mata uang kripto yang saat ini sedang meningkat popularitasnya.
Tapi dia menegaskan akan mengikuti aturan atau hukum yang berlaku di Indonesia. “Di Indonesia itu dilarang (cryptocurrency), karena pemerintah melarang sebagai mata uang. Karena jelas mata uang kita adalah rupiah,”jelasnya kepada Republika.co.id, Kamis (28/10).
“Oleh karena itu kita tunduk pada hukum pemerintah, karena hukum pemerintah itu mengikat,” tambahnya.
Kendati demikian, dia menjelaskan ada dua pendapat terkait cryptocurrency, yakni sebagai mata uang dan sebagai sebagai aset. Menurut pendapatnya pribadi, dia sebenarnya lebih condong membolehkan cryptocurrency sebagai mata uang.
“Ini bagian dari muamalah, pendapat pribadi adalah boleh. Jadi kalau membolehkan muamalah itu nggak perlu dalil. Karena nggak ada dalil itu makanya jadi boleh. Berbeda dengan ibadah, untuk membolehkan harus ada dalil yang karena tidak ada dalil maka ibadah jadi dilarang. Sebab al-ashlu fil muamalah al-ibahah, dan al ashlu fil ibadah at-tahrim atau al haram,” tuturnya.
Penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang jika diterima dan diakui secara luas oleh masyarakat, disebutnya sama dengan penggunaan kertas sebagai mata uang saat ini. Namun demikian ia menyebut belum ada fatwa resmi dari MUI terkait masalah ini.
“MUI sampai sekarang masih membahas, belum ada fatwanya. Demikian juga di OIC (Organisasi Kerja Sama Islam), belum ada fatwanya,” ujarnya.