REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Institute for Development of Economic and Finance (Indef) memandang transaksi aset kripto harus memiliki memiliki regulasi yang ketat. Regulasi ini dinilai penting untuk melindungi investor dari praktik-praktik penipuan yang kerap ditemukan dalam transaksi tersebut.
"Ke depan harus ada regulasi yang lebih ketat, sehingga ini (aset kripto) tidak menjadi operasi penipuan," kata Ekonom Senior Indef, Iman Sugema, dikutip Jumat (29/10).
Menurut Iman, penipuan sangat rentan terjadi karena penerbitan aset kripto yang tidak terkendali. Dalam beberapa tahun terakhir, angkanya terus meningkat tajam terutama dari tahun 2019 hingga 2021. Saat ini penyedia uang kripto di seluruh dunia mencapai 4.501 penerbit.
Secara alamiah, menurut Iman, aset kripto ini bersifat spekulatif. Dari sisi harga, pergerakan aset kripto sangat fluktuatif sehingga memiliki risiko yang sangat tinggi. Iman menyebut salah satu contohnya pergerakan harga Bitcoin.
Bitcoin merupakan aset kripto yang paling banyak diminati saat ini. Dengan tingkat volatilitas yang sangat tinggi, rata-rata pertumbuhan harga Bitcoin mencapai 190 persen per tahunnya. Namun penurunannya juga bisa mencapai 80-90 persen.
"Pergerakan harga yang tidak normal ini bisa membuat aset kripto menjadi lahan spekulasi sampai kapanpun. Ini yang harus menjadi concern para pembuat kebijakan," kata Iman.
Menurut Iman, transaksi terkait aset kripto harus segera ditata dengan baik agar tidak menganggu sistem perekonomian nasional di masa depan. Pasalnya, Iman melihat, potensi pertumbuhan aset kripto masih sangat besar ke depannya.