Jumat 29 Oct 2021 14:00 WIB

Biden Desak Militer Sudan Pulihkan Pemerintahan Transisi

Biden menyerukan militer Sudan untuk segera membebaskan semua yang ditahan

Red: Christiyaningsih
Biden menyerukan militer Sudan untuk segera membebaskan semua yang ditahan.
Biden menyerukan militer Sudan untuk segera membebaskan semua yang ditahan.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mendesak militer Sudan agar memulihkan pemerintahan transisi yang dipimpin pejabat sipil pada Kamis dan mengizinkan masyarakat melakukan protes secara damai.

Biden juga mendesak militer Sudan untuk segera membebaskan semua yang ditahan dan memulihkan institusi yang terkait dengan pemerintah transisi, sejalan dengan Deklarasi Konstitusi 2019 dan Perjanjian Damai Juba 2020.

Baca Juga

"Dengan dukungan masyarakat internasional, saya yakin semua pihak di Sudan dapat merebut kembali visi bersama untuk menyelesaikan masa transisi Sudan menuju demokrasi," kata presiden dalam sebuah pernyataan.

Biden juga memuji rakyat Sudan yang telah menuntut suara mereka agar didengar dan memajukan langkah baru menuju Sudan yang demokratis.

"Peristiwa beberapa hari terakhir adalah kemunduran besar, tetapi AS akan terus berdiri bersama rakyat Sudan dan perjuangan tanpa kekerasan mereka untuk memajukan tujuan revolusi Sudan," tambah dia.

Militer Sudan mengumumkan keadaan darurat pada Senin dan membubarkan Dewan Kedaulatan transisi dan pemerintah beberapa jam setelah menahan Perdana Menteri Hamdok dan menteri dalam pemerintahan sipilnya.

Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, kepala Dewan Berdaulat Sudan, membubarkan pemerintah transisi dengan dalih menyelamatkan negara dari perang saudara.

Pemerintah transisi dibentuk setelah penggulingan penguasa lama Omar al-Bashir melalui protes jalanan pada April 2019. Setelah kudeta militer yang gagal bulan lalu, ketegangan mendalam meletus antara militer dan pemerintah sipil di tengah aksi protes baru-baru ini.

Sebelum pengambilalihan militer, Sudan dipimpin oleh dewan berdaulat otoritas militer dan sipil yang mengawasi periode transisi hingga pemilihan umum pada 2023 sebagai bagian dari pakta pembagian kekuasaan yang genting antara militer dan koalisi Pasukan untuk Kebebasan dan Perubahan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement