Jumat 29 Oct 2021 14:07 WIB

ASITA Sesalkan Penghapusan Cuti Bersama Akhir Tahun

Pemulihan pariwisata perlu dilakukan segera agar perputaran ekonomi bisa terjadi.

Sejumlah wisatawan menikmati wahana jembatan kaca di kawasan wisata Goa Rong View, di Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang,  (28/10). ilustrasi
Foto: Republika/Bowo Pribadi
Sejumlah wisatawan menikmati wahana jembatan kaca di kawasan wisata Goa Rong View, di Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang,  (28/10). ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies atau Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) Nunung Rusmiati menyesalkan kebijakan penghapusan cuti bersama pada akhir tahun yang telah diputuskan pemerintah.

Kendati ia memahami kebijakan tersebut diambil untuk melindungi masyarakat dan menghindari gelombang ketiga Covid-19 yang berpotensi terjadi pada libur panjang Natal dan tahun baru, namun akhir tahun jadi momentum potensial bergeraknya pasar domestik.

Baca Juga

"Ini aspirasi para anggota kami juga, kami menyesalkannya dalam arti positif. Kami tahu pemerintah ingin menekan Covid-19, tapi ini sudah dua tahun. Kami paham parameternya, prokes, mari bersama-sama memulihkan pariwisata," kata Nunung, Jumat (29/10).

Nunung memastikan, industri pariwisata khususnya agen perjalanan, telah berusaha menerapkan protokol kesehatan ketat, melakukan vaksinasi kepada pekerjanya serta memenuhi standar protokol kesehatan CHSE yang diwajibkan oleh Kemenparekraf. Menurut dia, penghapusan cuti bersama kontradiktif dengan kepedulian pemerintah untuk segera memulihkan sektor pariwisata.

"Yang kami sesalkan kenapa harus dihapus padahal kami sudah berusaha penuhi CHSE, semua divaksin. Tapi kami sangat berterima kasih Presiden sudah concern untuk majukan pariwisata, begitu juga dengan Pak Menteri Sandi (Menparekraf) yang terus mendukung langkah positif," ujarnya.

Nunung menilai pemulihan pariwisata perlu dilakukan segera agar perputaran ekonomi bisa terjadi. Ia mengatakan bahkan negara-negara lain telah membuka pariwisata padahal sudah menerapkan lockdown dalam waktu lama.

"Contoh Malaysia, dari awal lockdown, jalan saja. Turki juga begitu, sudah dibuka dari September tahun lalu, jalan saja. Kami paham rem dan gas memang berproses. Tapi mungkin kita bisa mulai pelan-pelan ngegas. Masyarakat juga sudah bosan dengan ini," ungkap Nunung.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement