REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengakui masih rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaganya. DPR RI akan terus melakukan introspeksi dan perbaikan-perbaikan untuk terus membangun kepercayaan publik.
"Kami terima semua kritik itu sebagai masukan yang berguna," ujar Dasco, Jumat (29/10).
Termasuk kritik terkait kinerja DPR yang disebut masih rendah pada masa sidang I tahun 2021-2022. Laporan tersebut akan terima dan menjadi bahan evaluasi.
"Kalau ada masukan dari masyarakat, dan kita juga sering mengadvokasi buruh, ojek online, korban asuransi bahkan lembaga swadaya masyarakat yang sering memberikan kami kritik, kami terima semua kritik," ujar Dasco.
Sebelumnya, Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) memberi rapor merah terhadap kinerja legislasi DPR Masa Sidang I Tahun 2021-2022. Direktur Eksekutif Formappi, I Made Leo Wiratma, mengatakan, nilai tersebut diberikan berdasarkan rendahnya capaian legislasi DPR pada Masa Sidang I Tahun 2021-2022 lalu.
"Kinerja legislasi DPR Masa Sidang I Tahun Sidang 2021-2022 kembali menorehkan angka merah dengan hanya mampu menghasilkan satu RUU prioritas yakni RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Padahal dalam Pidato Pembukaan Masa Sidang I ini, Ketua DPR RI menyodorkan tujuh RUU prioritas untuk dibahas," kata Leo dalam webinar bertajuk 'Evaluasi Kinerja DPR Masa Sidang I, Tahun Sidang 2021-2022: DPR Masih Jadi Stempel Pemerintah', Kamis (28/10).
Leo mengatakan, buruknya capaian legislasi DPR masih beruntung dengan disahkannya empat RUU kumulatif terbuka, yakni RUU tentang Perjanjian antara Republik Indonesia dan Federasi Rusia tentang Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana, RUU tentang Persetujuan ASEAN, RUU tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2020 dan RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2022.
"Dengan hasil itu, pengesahan empat RUU kumulatif terbuka memang menjadi berkah bagi DPR untuk menutup borok lemahnya kinerja legislasi. Apalagi pengesahan dua RUU terkait APBN memang sudah seharusnya terjadi karena tuntutan siklus anggaran yang tak terelakkan dan bagian dari pengejawantahan fungsi anggaran DPR," ujarnya.