Dosen Unriyo-UNS Gagas 8.000 HPK Cegah Stunting
Red: Fernan Rahadi
Pembuatan pangan fungsional pangsit ayam kelor oleh remaja. | Foto: dokpri
REPUBLIKA.CO.ID, WONOSARI -- Dosen Universitas Sebelas Maret (UNS) bersama Universitas Respati Yogyakarta (Unriyo) menggagas program “Remaja Bergerak” dalam gelaran Workshop Capacity Building dan Focus Group Discussion (FGD) di Kalurahan Tegalrejo, Kepanewon Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul, pekan lalu. Kegiatan ini berlangsung selama enpat hari (22-23 Oktober 2021 dan 29-30 Oktober 2021) untuk mendukung upaya penemuan dini kasus stunting selama 1.000 hari pertama kehudipan (HPK) dan pencegahannya pada 8.000 HPK di Kabupaten Gunungkidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Workshop Capacity Building Remaja Bergerak ini merupakan rangkaian penelitian yang digagas oleh tim peneliti/dosen dari UNS (Hardiningsih selaku ketua tim peneliti dan Fresthy Astrika Yunita selaku anggota peneliti) serta dosen Universitas Respati Yogyakarta (Giyawati Yulilania Okinarum, dan Afroh Fauziah sebagai anggota peneliti) yang didanai dari hibah Kemendikbud-Ristek dalam Skema Flagship Prioritas Riset Nasional Pendidikan Tinggi.
Dalam wawancara kepada wartawan, tim peneliti Remaja Bergerak, Giyawati Yulilania Okinarum, menyampaikan bahwa kasus stunting di Kalurahan Tegalrejo, Kepanewon Gedangsari ini merupakan yang tertinggi yaitu mencapai 21,6 persen. Padahal menurut WHO batas prevalensi stunting yaitu 20 persen. Jika melebihi angka tersebut maka dikatakan menjadi sebuah masalah.
Sementara itu, berdasarkan riset yang telah dilakukan sebelumnya oleh Bundy dan kawan-kawan (2017) disebutkan bahwa konsep 8.000 HPK memiliki peran besar untuk mewujudkan generasi sehat bebas stunting. Diawali sejak fase pertama usia 5-9 tahun, ketika potensi munculnya kejadian penyakit infeksi dan kekurangan gizi masih menjadi masalah utama yang menganggu tumbuh kembang. Kemudian diikuti oleh fase kedua pada usia 10-14 tahun, saat tubuh mengalami percepatan pertumbuhan, dan yang terakhir pada fase usia 15-19 tahun, yang dibutuhkan intervensi untuk mendukung kematangan otak, keterlibatan pada aktivitas sosial, serta pengendalian emosi.
“Pencegahan stunting memerlukan upaya secara holistik bio-psiko-sosial, yang sasarannya adalah sejak bayi hingga dewasa, sehingga Workshop capacity building ini dirasa penting untuk memberikan bekal pengetahuan dan keterampilan pada remaja dalam penemuan dini stunting pada 1.000 HPK dan pencegahannya dalam 8.000 HPK melalui website yang telah dikembangkan oleh tim peneliti.
"Selain itu kami pun menggunakan smartchart dari Yayasan 1.000 days fund untuk memberikan keterampilan pada para remaja dan ibu kader dalam melakukan penilaian sebagai bentuk kewaspadaan terhadap kondisi stunting bayi hingga usia 2 tahun di Kalurahan Tegalrejo. Para remaja digerakkan menjadi kader dalam melaporkan kejadian stunting dan pencegahannya di wilayah tempat tinggalnya serta dilatih dalam membuat pangan fungsional bernutrisi tinggi seperti nugget kelor, pangsit ayam kelor, dan wedang jahe kelor, " kata Giyawati.
Menurut Carik Kalurahan Tegalrejo, Sugiyanto, dalam penutupan agenda Workshop Capacity Building Remaja Bergerak (Sabtu, 30/10) pelaksanaan Workshop tersebut patut dibanggakan karena perannya yang sangat penting dalam gerakan cegah stunting 8.000 HPK di Kalurahan Tegalrejo, Kepanewon Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul.
Kegiatan Remaja Bergerak memberikan informasi baru mengenai kondisi stunting secara kompleks. Lilik, salah satu remaja peserta Workshop Capacity Building, berharap agenda ini dapat diselenggarakan di seluruh Kepanewon di Kabupaten Gunungkidul karena manfaat yang ia rasakan begitu banyak terutama dalam hal pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh. Remaja baik laki-laki maupun perempuan dilibatkan dalam upaya menciptakan generasi unggul bebas stunting.
"Selama ini program 1000 HPK saja yang sudah ada Perbup-nya di Kabupaten Gunungkidul. Remaja Bergerak 8.000 HPK ini, memunculkan harapan untuk memutus kemunduran dan menyongsong generasi yang lebih baik, tentunya dengan upaya yang dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan. Konsep 8.000 HLK dengan menggerakkan remaja yang digagas oleh tim peneliti, merupakan sebuah terobosan baru yang dibutuhkan dalam rangka percepatan penurunan stunting di Kabupaten Gunungkidul," kata Nutrisionis Puskesmas Gedangsari 2, Dewi Setiyaningsih.