Ahad 31 Oct 2021 06:28 WIB

Pengamat: Partai Islam Bukan Pemain Utama di Pilpres 2024

Partai Islam dan berbasis massa Islam menjadi partai yang diajak dan bukan mengajak.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Ratna Puspita
Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli menyorot elektabilitas partai-partai berbasis Islam yang sulit naik dalam beberapa pemilihan umum (Pemilu) terakhir. Ilustrasi
Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli menyorot elektabilitas partai-partai berbasis Islam yang sulit naik dalam beberapa pemilihan umum (Pemilu) terakhir. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Lili Romli menyorot elektabilitas partai-partai berbasis Islam yang sulit naik dalam beberapa pemilihan umum (Pemilu) terakhir. Ia pun menilai tak heran jika partai-partai Islam hanya akan menjadi pelengkap pada 2024.

"Partai Islam dan partai berbasis massa Islam, ya, selalu diajak, bukan pemain utama yang mengajak, tapi diajak oleh partai-partai berbasis nasionalis," ujar Lili dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (30/10).

Baca Juga

Lili mengatakan, partai-partai Islam saat ini tak memiliki figur yang kuat untuk maju sebagai calon presiden atau wakil presiden. Tokoh-tokoh yang ada di dalamnya belum sebanding dengan sosok yang biasa menempati posisi teratas dalam banyak hasil survei.

"Begitu pun juga dengan pencalonan (presiden), mereka akan diajak, bukan menjadi pemain utama. Itu catatannya," ujar Lili.

Bukan berupaya meraih suara rakyat, partai-partai Islam justru sibuk dengan konflik internalnya. Tak jarang, akhir dari permasalahan tersebut berujung pecahnya partai menjadi sejumlah kubu dan mendirikan partai baru.

Beberapa contohnya adalah Partai Gelora yang merupakan pecahan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kemudian, Partai Ummat yang diinisiasi oleh Amien Rais yang merupakan pendiri Partai Amanat Nasional (PAN). 

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) juga sempat mengalami konflik besar dalam perebutan kursi ketua umum. Lalu, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang sempat lama terbelah menjadi dua kubu.

"Nampaknya partai-partai Islam ini tidak bisa naik ke atas, selalu middle class. Udah middle class dihantam oleh perpecahan," ujar Lili.

Kontestasi di 2024 dinilainya juga akan semakin sulit bagi partai-partai Islam, karena adanya ambang batas parlemen sebesar 4 persen. Kemudian ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen.

Menurutnya, partai-partai berbasis nasionalis, seperti Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar, dan Partai Gerindra masih akan berada di posisi teratas pada Pemilu 2024. Sehingga nilai tawar partai Islam untuk mencalonkan kadernya sebagai calon presiden atau wakil presiden akan semakin tipis.

"Jadi ini tantangan bagi partai-partai islam dan partai berbasis Islam, bagaimana mereka bisa naik kelas mengalahkan partai-partai nasionalis," ujar Lili.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement