REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Jika kita melihat umat Muslim melaksanakan tawaf di Kabah Masjidil Haram, Makkah, maka akan kita dapati, arah tawaf berlawanan dengan arah jarum jam. Apa hikmahnya?
Anggota Majelis Ulama Al Azhar Syekh Ali Jumah dalam sebuah wawancara menjelaskan mengenai alasan mengapa tawaf tak searah jarum jam.
Dilansir di El-Balad, Ahad (31/11), Syekh Ali Jumah mengatakan, perbuatan yang dilakukan Rasulullah SAW ada dua jenis. Pertama adalah amalan yang dapat ditafsirkan, kedua adalah jenis amalan atau perbuatan-perbuatan yang sifatnya dasar.
Syekh Ali Jumah menambahkan bahwa sesungguhnya Nabi SAW mengajarkan bagaimana cara atau kaifiyah melaksanakan ibadah haji. Hal ini sebagaimana yang disebutkan di dalam hadits:
خذوا عني مناسككم “Khudzuu anni manaasikakum.” Yang artinya, “Berhajilah sesuai dengan yang aku sunahkan (ajarkan).”
Maka ketika ada seorang pria datang dan berkata akan mengelilingi Kabah saat jam berputar, itu merupakan perbuatan yang bertentangan dengan gerakan tawaf yang benar.
Yakni, kata Syekh Ali Jumah, tawaf adalah mengitari Kabah dengan arah melawan perputaran jam, sehingga melakukan hal sebaliknya tidaklah sah.
Dia menunjukkan bahwa pria tersebut mungkin bertanya tentang bukti dan alasan tawaf umat Islam berlawanan arah jarum jam.
“Kami katakan kepadanya bahwa buktinya adalah sabda Nabi, ‘Khudzu anni manaasikakum.’ Ini adalah perintah yang harus dipatuhi oleh semua Muslim, dan ini adalah kewajiban,” kata Syekh Ali.
Dia menegaskan, jika tawaf yang dilakukan bertentangan dengan apa yang diperintahkan Nabi, maka hal demikian tidaklah benar. Demikian pula, amalan sai antara Shafa dengan Marwa yang harus dimulai di Shafa dan diakhiri di Marwa.
Sumber: elbalad