REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan RI (BPK) menemukan adanya kelebihan pembayaran insentif tenaga kesehatan (nakes). Kelebihan pembayaran antara Januari sampai Agustus 2021 ini terjadi akibat kesalahan teknis pada saat penarikan database usupan insentif nakes dari aplikasi insentif nakes yang dikelola oleh Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM (PPSDM) Kesehatan.
"Terjadi duplikasi data penerima insentif, dan data ini dijadikan dasar pembayaran insentif nakes sehingga terjadi kelebihan pembayaran untuk 8.961 nakes, " ungkap Ketua BPK, Agung Firman Sampurna di Jakarta, Senin (1/11).
Agung mengungkapkan, kisaran duplikasi biaya insentif mulai dari Rp 178 ribu hingga Rp 50 juta. "Sampai 8 September 2021, masih ada kelebihan pembayaran nakes. kelebihan pembayaran ini variasi," terangnya.
Agung melanjutkan, permasalahan itu pun dilakukan pembahasan rekomendasi dan action plan dan telah dilaksanakan pada 19 Oktober 2021 yang dihadiri tim pemeriksa dan pejabat terkait Kementerian Kesehatan. Atas permasalahan tersebut, Badan PPSDM Kesehatan telah melakukan kompensasi pembayaran masing-masing nakes selama periode 1 Januari 2021 sampai dengan 19 Agustus 2021.
BPK merekomendasikan Menteri Kesehatan melalui Badan PPSDM Kesehatan untuk memproses sisa kelebihan pembayaran insentif nakes yang masih ada per September 2021.
Badan Pengembangan dan Pemberdayaan SDM (PPSDM) Kesehatan melakukan pengelolaan atas pembayaran insentif nakes penanganan Covid-19 pada faskes pelayanan Covid-19 yang dibiayai oleh dana APBN melalui DIPA Badan PPSDM Kesehatan, termasuk di dalamnya insentif untuk para peserta PIDI (program internship). Untuk faskes pelayanan Covid-19 yang dibiayai oleh APBD (RSUD dan Puskesmas), sumber dana insentif nakes pelayanan Covid-19 dilakukan oleh masing-masing pemerintahan daerah, bukan melalui DIPA Kementerian Kesehatan.
Hasil pemeriksaan BPK ini merupakan bagian dari pemeriksaan atas pengelolaan pinjaman luar negeri Indonesia Emergency Response to Covid-19 pada 2020-2021 di Kementerian Kesehatan sejumlah 500 juta dolar AS dari Bank Dunia dan Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB). Menurut Agung, tujuan pemeriksaan adalah memberikan penilaian atas kepatuhan program atau kegiatan dalam mencapai Disbursement Linked Indicator (DLI)/Disbursement Linked Result (DLR) pinjaman luar negeri tersebut.
"Pinjaman itu diberikan dengan beberapa indikator, jadi setelah indikatornya tercapai seperti pembentukan gugus tugas nasional Covid-19 dan sebagainya, barulah pinjaman tersebut cair," ujarnya.
Menurut Agung, kelebihan pembayaran insentif nakes karena adanya proses cleansing data atau pembersihan data yang terlewatkan saat implementasi aplikasi pemberian insentif. Namun, Agung belum bisa mengungkapkan besaran total kelebihan insentif yang dikeluarkan kepada nakes, mengingat proses pemeriksaan masih berlangsung hingga saat ini.
"Nanti hasil pemeriksaannya akan dirilis dan bisa dilihat secara terbuka, beserta solusi yang kami berikan," ujarnya.