REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks wakil ketua DPR Azis Syamsuddin selalu menciptakan lawan tarung dalam persidangan kasus suap mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju. Musababnya, Azis selalu membantah apa yang disampaikan para saksi maupun pelaku utama dalam sengkarut suap di Kota Tanjung Balai.
Hari ini, saksi Dedi Yulianto sepertinya menjadi lawan baru bagi Azis. Sebagai ajudan Azis Syamsuddin sejak 2019, Dedi mengonfirmasi pertemuan Azis-Stepanus di rumah Azis. Hal itu tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) milik Dedi Yulianto.
Bukan sekali, dalam BAP yang dibacakan di muka pengadilan, Dedi mengaku melihat Azis-Stepanus beberapa kali bertemu langsung. Salah satunya, tentu saja berkaitan dengan perkenalan penyidik KPK itu dengan mantan Wali Kota Tanjung Balai M Syahrial.
"Di BAP 14 Dedi Yulianto mengatakan 'Saya pernah melihat beberapa kali Robin Pattuju di rumah Azis Syamsuddin. Seingat saya kronologisnya adalah pada awal tahun 2020 sekitar sore hari Agus Supriadi bersama Robin Pattuju datang ke rumah dinas Azis Syamsuddin," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Wahyu Dwi Oktavianto dalam sidang Stepanus Robin Pattuju di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Senin (1/11).
BAP Dedi Yulianto dibacakan karena anggota Polri aktif itu sedang bertugas di Kabupaten Puncak Jaya, Papua, sehingga tidak bisa hadir sebagai saksi di persidangan. Dalam BAP-nya, Dedi mengakui ada standard operating procedure (SOP) untuk bertemu Azis Syamsuddin.
"Sepengetahuan saya tidak semua orang dapat bertemu Azis Syamsuddin, untuk bertemu beliau harus sepengetahuan beliau dan mendapat izin atau sudah ada janji. Saya sebagai ajudan harus menanyakan kepada beliau apakah berkenan bertemu, apabila beliau tidak berkenan maka tidak bisa bertemu beliau," kata Dedi.
Keterangan Dedi tersebut berbeda dengan kesaksian Azis Syamsuddin pada persidangan 25 Oktober 2021. Dalam sidang, Azis menyebut Stepanus beberapa kali datang ke rumahnya tanpa diundang.
"Karakter yang ada di saya, setiap tamu saya terima, makanya orang bilang saya terlalu baik, tetapi karena terlalu baik inilah, saya apes. Tidak ada orang yang datang ke rumah saya, tidak dikasih aqua atau teh," kata Azis dalam sidang pada Senin (25/10).
Meski begitu, keterangan Azis saat itu bukan untuk membantah Dedi ajudannya. Namun, ia membatah dengan tegas empat saksi lain yang kesaksiannya tidak jauh berbeda dengan Dedi.
Awalnya, Azis membantah dirinya memperkenalkan Stepanus kepada M Syahrial. "Bukan saya yang memperkenalkan Robin (Stepanus) kepada Syahrial," ujar Azis. Dalam kesaksian Syahrial, Azis memperkenalkannya dengan Stepanus untuk membantu menyelesaikan kasus di KPK.
Azis mengaku tidak begitu mengenal Stepanus. Namun, uang yang diberikannya kepada Stepanus Rp 200 juta menjadi pertanyaa. "Karena saat itu Robin datang kepada saya dengan wajah memelas, mengaku keluarga kena Covid dan dirawat di RS. Jadi alasan saya, alasan kemanusiaan saja, mau tolong Robin," terang Azis.
Azis juga membantah keterangan mantan bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari terkait dirinyalah yang memperkenalkan Stepanus kepada Rita. "Saya tidak memperkenalkan Ibu Rita ke Robin, waktu itu Robin datang mengambil berkas untuk pengecekan pencairan dana waris," kata Azis.
Azis juga membantah keterangan rekan Stepanus selama bertugas di kepolisian, Agus Supriyadi. Agus pernah bersaksi Stepanus menyebut Azis sebagai 'Bapak Asuh'. "Saya dipanggil bang, sama dia. Bukan 'Bapak Asuh'," kata Aziz.
Selain itu, Azis juga membantah keterangan mantan Sekda Kota Tanjungbalai Yusmada, yang sebelumnya juga bersaksi di persidangan Stepanus. Yusmada sebelumnya menyebut Azis bersedia menggerakan delapan orang suruhannya di dalam KPK. Azis menegaskan, ia tidak mungkin punya delapan orang di internal KPK yang bisa digerakkan. "Tidak ada, saya sudah membantah itu ketika diperiksa di KPK," ujar Azis.
Jaksa dan Majelis Hakim sempat mencecar Azis terkait berbagai bantahannya dinilai cukup aneh. Salah satunya, soal selalu menerima tamu yang tidak ia kenal di rumah dinasnya. Kemudian, membantu dengan meminjamkan uang banyak ke orang yang tidak dikenal.
Ketua Majelis Hakim Djuyamto, mengingatkan dengan tegas apa yang disampaikan Azis akan dipertanggungjawabkan. "Ingat ya kalau ada dua keterangan yang berbeda, pasti satu dari dua keterang ada yang berbohong," kata Djuyamto.
Hakim akan membuktikan apakah Azis yang berbohong atau para saksi tersebut. "Berarti ada dua keterangan yang berbeda yang bisa kita konfrontir, mana yang benar mana yang salah," kata anggota majelis hakim, Jaini Bashir.
Hari ini, selain ajudannya, satu saksi lain juga menambah daftar orang yang harus dibantah Azis, yaitu mantan kepala seksi Dinas Bina Marga Lampung Tengah Taufik Rahman. Dalam sidang hari ini, Taufik mengaku pernah didatangi dua orang yang mengaku orang dekat Azis Syamsuddin, yaitu Aliza Gunado dan Edi Sujarwo.
Keduanya sempat meminta commitment fee terkait jatah Dana Alokasi Khusus (DAK) Lampung Tengah sebesar Rp 2 miliar. Komitmen suap tersebut sebagai upaya telah memperjuangkan peruntukkan DAK di Badan Anggaran (Banggar) sebesar 8 persen dari total DAK yang diperoleh Rp 25 miliar untuk Lampung Tengah.
Uang diserahkan perwakilan dari dinas ke Aliza Gunado. Karena pada saat itu saksi sudah yakin Aliza adalah orang dekatnya Azis Syamsudin.
"Dikasi tahu (oleh Aliza dan Edi Sujarwo), Lamteng dapat DAK, mereka tunjukkan ada jatah lampung termasuk Lamteng Rp 25 miliar. Mereka menyampaikan itu, intinya mereka sudah berhasil kasih lokasi DAK Lamteng. Kemudian mereka menanyakan mana committmen fee-nya?" ungkap Taufik di Pengadilan Tipikor, PN Jakarta Pusat, Senin (1/11).
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Zainur Rahman mengatakan memang hak semua terdakwa mengingkari berbagai tuduhan sesuai fakta yang disampaikan pihak lain kepadanya. Sama seperti Azis yang membantah keterangan para saksi. Namun, ia menilai akan ada masa ketika Azis tidak bisa berkutik dengan berbagai bantahannya.
"Jika Azis Syamsuddin terus menerus melakukan bantahan dan begitu juga Robin dan Maskur, misalnya. Tentu akan ada cara lain dan alat bukti lain yang bisa jadi suatu saat membuat Azis tidak lagi bisa membantah adanya tindak pidana korupsi di dalamnya," kata Zainur kepada wartawan, Rabu (27/10).
Eks penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dan advokat Maskur Husain didakwa menerima total Rp 11,5 miliar dari pengurusan lima perkara di KPK. Suap itu diterima dari mantan wali kota M Syahrial, dari Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin dan Aliza Gunado, dari Wali Kota Cimahi nonaktif Ajay Muhammad Priatna, dari Direktur PT Tenjo Jaya Usman Effendi, dan dari mantan bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.