REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik dari Universitas Airlangga, Suko Widodo, mendukung jika presidential threshold (PT) atau ambang batas mengajukan calon presiden (Capres) dihapuskan. Menurutnya, PT membuat Capres bergantung pada partai politik (parpol).
Presidential threshold mensyaratkan seorang Capres wajib memenuhi minimal ambang batas 20 persen suara parlemen untuk bertarung di Pilpres 2024. Praktis, hanya PDIP yang bisa mengajukan Capres tanpa koalisi karena memenuhi syarat PT. Sedangkan parpol wajib membentuk koalisi.
Menurut Suko, kondisi ini menyebabkan Capres tersandera oleh parpol. Sebab Capres wajib mendapat restu parpol bila ingin berkompetisi di Pilpres 2024. Atas dasar itulah, ia mendukung bila syarat PT dihapus saja.
"PT harusnya dihapus. Kalau masih tetap maka calon hanya dikuasai oleh parpol besar," kata Suko kepada Republika.co.id, Selasa (2/11).
Suko menyampaikan penghapusan PT agar ada keragaman Capres. Sehingga nama yang muncul sebagai Capres tak lagi nama-nama lama. "Dengan tujuan agar semua warga negara punya peluang maka PT harus dihapus," ujar Suko.
Di sisi lain, Suko mengapresiasi konvensi Capres yang rencananya dilakukan partai NasDem guna menjaring bakal Capres seluas-luasnya. Ia mengamati NasDem berpeluang mengajukan Capres bila sukses melobi partai lain guna membentuk koalisi.
"Partai papan atas dan tengah aktif karena punya peluang maju atau mendekati maju jika berkoalisi. Partai pinggiran modal suaranya jauh dari ketentuan PT. Makanya partai besar yang getol," ucap Suko.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, menyatakan bakal menggelar konvensi untuk menunjuk satu sosok sebagai capres. Pemenang dalam forum tersebut, disebutnya akan mendapatkan hak menjadi capres untuk Pilpres 2024.
"Konvensi menghasilkan calon presiden terbaik sebagai pemenang konvensi. Dan yang terkahir, dia memastikan mendapatkan tiket untuk mengantarkan mereka sebagai calon resmi," ujar Surya di Hotel Redtop, Jakarta, Kamis (28/10).