REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrat kembali menanggapi pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, yang menyebut politik bansos SBY memberatkan beban APBN. Deputi Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat, Kamhar Lakumani, menilai tuduhan Hasto tersebut tak berdasar.
"Tuduhan adanya motif politik itu tidak berdasar, karena pasca 2009 pun atau diperiode kedua pemerintahan SBY pemberian bansos tetap dilanjutkan. Rakyat justru sangat bersyukur dan berterimakasih menerima bansos yang sebelumnya tak pernah mereka nikmati. Ini karena Pak SBY juga memimpin dengan hati," kata Kamhar kepada wartawan, Selasa (2/11).
Kamhar mengatakan pemberian bansos saat SBY menjadi presiden adalah bentuk tanggung jawab dan hadirnya negara meringankan beban rakyat ketika negara sedang kesusahan dan sebagai kompensasi atas pengurangan subsidi pada masa itu. Menurutnya hal ini jauh berbeda dengan watak dan karakter pemerintah sekarang saat ini yang kebijakannya dinilai memberatkan rakyat.
"Semakin menambah beban penderitaan rakyat. Katanya partai wong cilik yang semestinya pro poor, nyatanya berkebalikan," ujarnya.
Kamhar menjelaskan, argumentasi Hasto yang mengatakan bahwa politik populis membahayakan keuangan negara, justru berbanding terbalik dengan kenyataan. Ia menambahkan, padahal tahun 2008-2010 terjadi krisis ekonomi global, justru Indonesia di bawah pemerintahan Presiden SBY dapat melewati dan mengatasi krisis dengan baik.
"Jadi tuduhan Hasto sama sekali bertentangan dengan kenyataan. Patut diduga pernyataan Hasto ini hanya untuk menutup-nutupi ketidak mampuan negara saat ini untuk hadir dan memberikan bantuan meringankan beban penderitaan rakyat. Di masa pandemi Covid-19 ini justru rakyat lagi butuh-butuhnya kebijakan populis negara," terangnya.
"Jadi perbandingan yang tepat jika disandingkan bahwa, di zaman SBY dan Partai Demokrat Bansos dibagikan untuk rakyat sementara di zaman partainya Hasto berkuasa, Bansos di korupsi. Singkatnya Pak SBY Bapak Bansos dan kader partainya Hasto Koruptor Bansos," imbuhnya.
Kamhar menilai pola pikir Hasto tersebut pola pikir pecundang karena dinilai tak mampu menyiapkan bansos yang memadai dikala rakyat sedang kesusahan dengan menyalahkan pemerintahan SBY. "Jadi bukan politik populis yang berbahaya, tapi politisi seperti Hasto lah yang berbahaya," ungkapnya.