REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Taliban berjanji akan mendukung kebebasan berekspresi di bawah peraturan Islam. Pada acara yang diadakan untuk meningkatkan koordinasi antara media dan lembaga terkait, Senin (1/11), juru bicara Menteri Dalam Negeri Sayed Khosti mengatakan Taliban tidak akan membiarkan siapa pun membungkam kebebasan berekspresi.
"Taliban mendukung kebebasan berekspresi berdasarkan nilai-nilai Islam dan kepentingan negara ini, dan berkomitmen untuk tidak membiarkan siapa pun menciptakan hambatan bagi media," kata Khosti, dilansir di ANI News, Selasa (2/11).
Media lokal Tolo News melaporkan para jurnalis dan pengawas media meminta pejabat Taliban membentuk skema yang jelas untuk kebebasan berbicara dan kebijakan media.
"Amandemen harus dibentuk untuk media. Jadi, berdasarkan skema Imarah Islam, media harus menjalankan aktivitasnya," kata kepala komite keselamatan jurnalis Afghanistan, Abdul Moyed Hashimi.
Sementara itu, saluran radio Police, yang telah menghentikan operasinya selama hampir tiga bulan, kembali mengudara pada Senin. Karena penutupan banyak organisasi media yang membuat puluhan pekerja media kehilangan pekerjaan, beberapa jurnalis Afghanistan terpaksa mengambil pekerjaan berbahaya.
Seorang juru kamera Mustafa Jahari yang telah bekerja di media Afghanistan selama sekitar delapan tahun saat ini bekerja sebagai vendor. "Saya menganggur selama empat bulan. Saya merasa akan mengalami masalah mental karena siang dan malam di rumah," kata Jafari.
Sebelumnya serikat wartawan mengatakan bahwa lebih dari 30 tindakan kekerasan terhadap wartawan telah tercatat di Afghanistan sejak Taliban berkuasa. "Persatuan Jurnalis Nasional Afghanistan melakukan penilaian umum atas status wartawan Afghanistan di seluruh negeri dan itu menunjukkan bahwa lebih dari 30 kasus kekerasan terhadap wartawan terjadi," kata ketua serikat tersebut, Masroor Lufti.